Home » » Secuil Cerita Tentang Pernikahan di Madura

Secuil Cerita Tentang Pernikahan di Madura


13998171341860532732

Indonesia sungguh merupakan negeri yang besar dan kaya dengan segala macam tradisi dan kebudayaan. Salah satunya adalah tradisi dalam pesta pernikahan di sebuah desa di ujung timur Pulau Madura tepatnya Desa Pinggirpapas Kabupaten Sumenep. Dalam menyambut dan merayakan pesta pernikahan di desa ini ada beberapa hal yang berbeda dengan daerah lain di Madura.
Ada dua sebutan dalam acara hajatan pernikahan di desa Pinggirpapas, yang pertama adalah hajatan yang dikemas dengan nama “Salamettan Kabin” (Selamatan Pernikahan) dan yang kedua adalah pesta pernikahan yang dikemas dengan nama atau sebutan “Karja”(Pesta Pernikahan). Umumnya “Salamettan Kabin” dilakukan oleh mereka yang memang dari sisi ekonomi kurang mampu, namun ada juga orang yang dari segi finansial memadai namun enggan melaksanakan hajatan pernikahan dengan besar-besaran, tentunya dengan berbagai macam alasan sehingga lebih memilih melaksanakan dengan cara sederhana “Salamettan Kabin” (selamatan pernikahan). Kemudian ada juga beberapa warga ketika sudah melaksanakan “Salametta Kabin” (Selamatan pernikahan) beberapa bulan kemudian mereka juga melaksanakan “Karja” (Pesta Pernikahan).
Biasanya dalam hajatan pernikahan “Salamettan Kabin” rangkaian acaranya dilaksanakan pada pagi hari. Dan dalam acara tersebut dilaksanakan akad nikah serta pembacaan Sholawat Nabi yang ditutup dengan do’a. Undanganpun biasanya hanya dihadiri ratusan orang dan tidak menerima tanda restu dalam bentuk amplop atau apapun, dalam bahasa masyarakat setempat disebut “Tak Ngala’ Tolong” (Tidak menerima sumbangan berupa apapun). Ketika pulang para undangan ini membawa plastik kresek yang berisi Nasi dan beberapa makanan, warga menyebutnya “Berkat”.
Sementara jika melangsungkan hajatan pernikahan dalam bentuk “Karja” (Pesta Pernikahan) prosesnya lumayan panjang dan melelahkan. Betapa tidak, persiapan yang sangat matang dibutuhkan mengingat acara itu biasanya dihadiri oleh ribuan undangan. Ada beberapa tahapan dengan segala macam sebutan mulai persiapan hingga acara berlangsung.
Pertama adalah “Ngin-tangngin”(Begadang semalam suntuk). Ngin-tangngin biasanya dilakukan sepuluh hari, seminggu, atau lima hari sebelum hari pesta pernikanan berlangsung, hal ini tergantung keinginan shohibul hajat (tuan rumah). Dalam acara ngin-tangngin biasanya diisi dengan duduk bersila bersama layaknya orang dalam acara pertemuan atau pengajian sambil mengobrol dan juga sambil memutar video kesenian seperti kerawitan dan sinden atau video ludruk . Menjelang larut malam formasi mulai berubah, warga yang berusia lanjut tetap duduk bersila atau bahkan mundur lebih dulu untuk istirahat. Sementara yang masih tergolong usia muda mulai dengan membuat lingkaran dan duduk santai sambil bermain catur atau kartu untuk menghilangkan rasa kantuk, tak ada taruhan dalam bentuk uang dalam permainan ini tetapi bermain hanya untuk mengusir kantuk.
Kedua adalah “Reng-tareng” (mendirikan dapur sementara) untuk keperluan pesta. Reng-tareng biasanya dibuat dari rancangan bambu dan ditutup dengan terpal. Proses ini dilakukan empat hari sebelum acara.
Ketiga adalah “ Tattarop”( mendirikan terop/tenda). Ini dilakukan biasanya tiga hari menjelang pesta pernikahan. Dihari ini kesibukan sangat nampak sekali, mulai dari pemasangan terop, sound system dan berbagai peralatan pesta.
Ke empat adalah “Nyambelli” (Penyembelian hewan sapi). Sapi biasanya didatangkan satu hari sebelum disembelih atau sore hari ketika proses pendirian terop. Proses penyembelian sendiri biasanya dilakukan pada dini hari dan tepat di depan rumah shohibul hajat (tuan rumah). Pagi harinya mulailah ibu-ibu sibuk memotong daging untuk sajian pesta esok hari. Sementara ibu-ibu yang lain sibuk dengan persiapan makanan dan suguhan lainnya.
Kelima adalah “Daddina” ( hari pesta pernikahan ). Desa Pinggirpapas memang mempunyai kebiasaan yang berbeda dari desa lainnya. Jika di desa lain undangan datang sepanjang hari tapi tidak begitu dengan di Pinggirpapas. Undangan paling padat adalah dipagi hari sekitar jam 07.00 WIB s/d 09.00 WIB. Memang dalam undangan biasanya dicantumkan Jam : Sehari, namun kebiasaan masyarakat setempat selalu saja undangan membludak di pagi hari dan bahkan membuat panitian kewalahan, kecuali tamu atau undangan yang dari tempat lain yang memang datang dan menghadiri acara itu hingga sore hari. Dalam pesta ini bisanya dihibur oleh Kesenian Sinden dan Kerawitan atau belakangan ada beberapa yang digantikan dengan orgen tunggal. Masakan khusus untuk hidangan pesta dikenal dengan sebutan “Supra” yaitu hidangan yang disajikan untuk 10 orang dengan format melingkar, nasi dalam 1 nampan besar, 1 piring makanan ringan sejenis agar-agar atau ada juga dengan buah pisang, 2 mangkok kuah gulai, 2 mangkok air untuk membasuh tangan dan dikelilingi 10 piring yang sudah berisi ikan dan lauk serta 10 air gelas dan tissu yang biasanya terbuat dari koran atau buku bekas. Kata “Supra” ini seringkali dipakai oleh warga untk menghadiri undangan. Sehingga jika seseorang yang mengajak teman atau tetangga untuk menghadiri pesta pernikahan sering mengajak dengan berkata “Ayok Asupra’a
Yang terakhir adalah “Matoron Tattarop” (menurunkan terop) atau ada juga yang bilang “Li-mabeli” (mengembalikan peralatan). Ini dilakukan sore hari setelah acara atau keesokan harinya tergantung seberapa banyak dan ramai undangan yang hadir.
Demikianlah sedikit cerita dari pelaksanaan Pesta Pernikahan di Desa Pinggirpapas Kab.Sumenep. Tentu hal ini tidak sama dengan pelaksanaan pesta pernikahan di daerah lain. Namun bagaimanapun juga perbedaan dalam melaksanakan pesta pernikahan ini semoga tidak menghilangkan atau mengurangi tujuan utama dari pernikahan itu sendiri yaitu membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, apalagi dalam agama pernikanan itu sendiri adalah merupakan sebuah ibadah.
Catatan Orang Desa
11 Mei 2014
Abu Jamiledy

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.