RA.Raudlatul Iman Menggelar Acara Wisuda




Suarapinggirpapas, Sumenep -  Bertempat di halaman RA. Raudlatul Iman Jum’at, 06/06/2014 acara wisuda berlangsung semarak. Dan untuk pertama kalinya wisuda dilaksanakan pada malam hari, biasanya acara selalu berlangsung pada siang hari. 
Tahun 2014 ini RA.Raudlatul Iman mewisuda sebanyak 20 santriwan dan santriwati. Dalam acara ini berbagai kreatifitas dan kemampuan santriwan/santriwati ditampilkan, diantaranya pembacaan Al-qur’an, drama serta beberapa tari-tarian. Mayarakatpun antusias menyaksikan acara ini, ratusan warga berdesak-desakan untuk menyaksikan jalannya acara. (Aby)

Kamus Bahasa Girpapas (Pinggirpapas)


Mungkin sebagian orang di luar Madura atau bahkan warga Madura sendiri tidak tahu bahwa di daerah ini selain bahasa Madura ternyata ada beberapa bahasa lokal. Salah satunya adalah bahasa di Desa Pinggirpapas (Girpapas) Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep. Selain logat yang tidak sama dengan Madura pada umumnya, ada beberapa kalimat yang hanya warga desa ini saja yang faham artinya.Dan kali ini saya akan mencoba berbagi beberapa kalimat lokal di Desa Pinggirpapas. Kamus bahasa Pinggirpapas ini mungkin bisa membantu anda jika berkunjung ke desa Pinggirpapas atau sekedar ingin tahu tentang beberapa kalimat lokal di desa ini.
Bahasa lokal itu antara lain :
Apong        : api
Aba'dhe      : kamu
Acandhing  : Bermain atau beraktifitas di bawah guyuran hujan
Adhamo     : Membasuh muka
Bhalaban    : Kepiting
Bibik          : Pocong
Bidhing       : Kalau
Ca'nade      : terserah kamu
de               : mu (kata ganti milik) Contoh : Sapedade anyar (sepeda kamu baru)
Ebhakar      : makan ikan tanpa nasi (ikan saja)
Elle             : kamu (orang yang lebih tua) Contoh : Pak elle tedunga? (Pak sampeyan mau tidur?)
Enjin           : WTS
Je' ejje'en   : Permainan di kalangan anak-anak (misalnya main boneka, dapur, berjualan dll.)
Jejjeli          : bujuk, contoh : ejejjeli = dibujuk
Kereng       : Pergilah..!
Kake          : kamu (laki-laki)
Ke              : dia (laki-laki) Contoh : Ke Agus nginum ( Agus minum)
Komaran   : hal yang tidak baik; penyakit (biasanya diucapkan saat kesal terhadap seseorang)
                   Contoh :    Ekakana Komaran Kake yaah..
Leggis      : Cepat
Nakan       : makan
Nini          : kamu (perempuan)
Ni             : dia (perempuan) Contoh : Ni Yuli raddin (Yuli cantik )
Nten         : Bibi
Nyakolah  : Bersekolah
Odha        : Paman
Palastrik  : Plastik
Sakebbal : celana pendek
Sekeng    : celana dalam
Siccang   : Pewarna Makanan
Thongkethong : Boneka

Biasanya di desa ini pengucapan huruf “S” diganti dengan “H”. Contoh : Saebu = Haebu (Seribu), Sajuta = Hajuta (Sejuta).
Demikian dulu dan insya Allah kamus bahasa Pinggirpapas ini akan terus di update mengingat masih ada beberapa kalimat yang belum masuk dalam kamus pendek ini.

Benarkah Mesjid Adalah Tempat Suci..??



Tak ada yang berbeda dari pelaksanaan ibadah Sholat Jum’at hari ini (6/6/2014) di Mesjid Al-Muqorrobin  Desa Pinggirpapas Kabupaten Sumenep dimana saya tinggal.Usai sholat Jum’at biasanya ada dzikir berjamaah beberapa menit sebelum para jamaah meninggalkan mesjid. Namun kali ini berbeda, usai sholat  takmir masjid berdiri dan menyampaikan kabar yang sangat menyakitkan.
“Saya akan menyampaikan kabar duka, bahwasanya kas mesjid yang berada di dalam kotak Amal telah dicuri orang,” ucap takmir mesjid H. Mahbub Ilahi. Mendengar berita ini sontak para jemaah tercengang, dan terlihat beberapa diantaranya menggeleng-gelengkan kepala seakan tak percaya. Kemudian H.Mahbub melanjutkan ucapannya. “Mari kita kirim fatihah dan do’akan bersama agar si pencuri segera diberi hidayah oleh Allah dan sadar akan kesalahannya,” kata H. Mahbub dengan nada sedih.
Pencurian ini mungkin yang pertama kali terjadi di Mesjid Al-Muqorrobin. Sebelumnya di mesjid desa tetangga pencurian uang dan barang-barang berharga yang ada di mesjid Hairul Jannah Desa Karanganyar Sumenep sudah sering terjadi juga. Untuk itulah kemudian Ketua takmir Mesjid setempat berinisiatif mengunci mesjid dan hanya membukanya disaat-saat sholat fardhu dan ketika ada kegiatan keagamaan saja. Kebijakan mengunci pintu pagar mesjid ini kemudian juga menimbulkan pro dan kontra.
Cerita diatas kemudian menimbulkan pertanyaan “Benarkah Mesjid Adalah Tempat Suci..?”. yach, mesjid memang merupakan tempat suci bahkan disebut juga sebagai “Rumah Allah”. Tapi ini berlaku bagi umat yang masih ada iman di dalam dadanya. Sementara bagi mereka yang kosong iman hal ini tidak berlaku. Sering kita dengar dari berbagai media tindakan kriminal terjadi di tempat-tempat ibadah, bahkan di berbagai negara yang sedang berkonflik sepertinya tak ada lagi tempat suci yang tersisa, semua disamaratakan. Bagaimana misalnya Mesjid bersejarah di Irak menjadi sasaran peluru, rusaknya area mesjid Khalifah Umar Bin Abdul Aziz di timur tengah, Bom yang meledak di dalam mesjid dan gereja di berbagai negara termasuk beberapa tahun yang lalu dimana bom meledak di gereja bahkan sempat meledak di sebuah mesjid di Indonesia. Kesucian tempat ibadah yang semestinya dijaga saat ini seakan hanyalah kata-kata mutiara dan menjadi tanggung jawab beberapa pihak saja. Lantas siapa dan dari manakah harus dimulai memperbaiki moral bangsa ini..??

RAKERNAS PERTAMA HAWARIY ASHOFWAH BERJALAN LANCAR





Malang- Tepat sore hari ba’da sholat Ashar, Rabu 14/05 2014 ditengah dinginnya suasana Pujon Malang Rakernas Hawariy Ash-Shofwah Al-Malikiyyah resmi dibuka. Acara ini dibuka oleh Aminul Am, KHM Ihya’ Ulumiddin bertempat di Pondok Pesantren Nurul Haromain dan dihadiri oleh peserta dari 22 Niqobah (Cabang) dari berbagai daerah di Indonesia.
Hawariy Ash-Shofwah Al-Malikiyyah merupakan organisasi dibawah naungan  Hai’ah Ash-Shofwah Al-Malikiyyah ( Himpunan Alumni Abuya Al-maliki Al-hasani ). Keanggotaan sendiri terdiri dari para muhibbin yaitu orang-orang yang siap berkhidmad untuk menjalankan semua program Hai’ah Ash-Shofwah Al-Malikiyyah. Setelah berlangsung selama 2 hari Rakernas ditutup Kamis siang. Sebelum ditutup dilaksanakan  pengukuhan Pengurus Niqobah(Cabang) serta diakhiri do’a oleh Aminul Am, KHM Ihya’ Ulumiddin.
Sebelumnya pada bulan Maret Mukernas Hai’ah Ash-Shofwah Al-Malikiyyah juga telah dilaksanakan dan bertempat di Gresik.

Isu SARA Qobla Pilpres




Menjelang Pilpres berbagai manuver dan isu mulai tampak di depan mata, dan yang paling banyak terjadi adalah dikalangan umat Islam. Maklum saja penduduk negeri ini mayoritas adalah umat Islam, bahkan konon Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Momentum Pilpres banyak dimanfaatkan oleh para calon untuk mendekati dan “membujuk” agar umat Islam mendukung mereka. Safari Politikpun dilakukan ke basis-basis umat islam khususnya umat Islam tradisional yang tersebar di beberapa pesantren. Dari satu pesantren ke pesantren lainnya kerap didatangi oleh para capres yang dikemas dengan berbagai macam label, entah bentuknya Silaturrahmi atau dengan label yang berbeda. Seiring dengan manuver para Capres banyak isu-isu miring yang mewarnainya. Isu itu sengaja dihembuskan oleh simpatisan, mungkin juga tim para Capres, atau pihak lain yang memancing di air keruh.
Setelah Pemilu tanggal 9 April 2014 usai, peta politik mulai bisa dilihat dan dirasakan, dukungan mulai mengerucut dan yang paling santer dan sering menjadi headline news di berbagai media pertarungan antara dua kandidat yakni Jokowi dan Prabowo. Isu-isu miringpun mulai bermunculan menyertai keduanya, tak terkeculai isu SARA.
Misalnya baru-baru ini Jokowi yang didukung oleh salah satu parpol berbasis Islam yaitu PKB diberitakan tidak bisa berwudhu dengan sempurna dan Jokowi dikabarkan didukung oleh orang-orang anti Islam dan para konglomerat Kristen, salah satunya adalah James Ready yang katanya getol melakukan kristenisasi di Indonesia.
Sementara disisi lain Prabowo yang juga didukung oleh parpol Islam PPP dan diperkirakan PKS serta PAN juga akan ada di satu gerbong bersama Gerindra mengusung Prabowo gencar pemberitaannya. Disebutkan bahwa Prabowo terlahir dari rahim Dora Sigar seorang Kristen asal Manado, dan keluarga besar Prabowo banyak yang beragama Kristen termasuk adiknya.
Disadari atau tidak, setiap pemeluk agama apapun besar atau kecil akan memberikan kontribusi kepada agama yang dianutnya, baik berupa materi atau berupa pemikiran. Yang perlu disadari oleh umat Islam di Indonesia adalah negara ini bukan negara Islam tetapi negara Pancasila yang Bhinneka Tunggal Ika. Dan di dalam negara Pancasila siapapun berhak mencalonkan dan dicalonkan.
Hingga detik ini calon terkuatpun bukan berasal dari kalangan pesantren. Jadi umat Islam Indonesia seharusnya mulai merenung dan berfikir menjelang Pilpres mendatang bukan saatnya lagi kita terjebak pada isu SARA, tetapi lihatlah gaya kepemimpinannya dan yang sekiranya sesuai dengan pilihan hati kita. Namun tak ada salahnya umat Islam berdo’a agar beberapa hari kedepan ada calon pemimpin alternatif yang memang religius dan juga punya sifat nasionalis dan bisa mengayomi seluruh rakyat Indonesia. Jika itupun tidak terjadi semoga Tuhan menuntun langkah kita pada saat pencoblosan dan berdo’a semoga Tuhan mengantar jemari kita untuk mencoblos salah satu calon yang ada sekarang dan semoga siapapun yang terpilih kelak bisa mengemban anamah dan bisa menjadi pemimpin yang “Rahmatan lil ‘alamin”.
Catatan Orang Desa
13 Mei 2014
Abu Jamiledy

Secuil Cerita Tentang Pernikahan di Madura


13998171341860532732

Indonesia sungguh merupakan negeri yang besar dan kaya dengan segala macam tradisi dan kebudayaan. Salah satunya adalah tradisi dalam pesta pernikahan di sebuah desa di ujung timur Pulau Madura tepatnya Desa Pinggirpapas Kabupaten Sumenep. Dalam menyambut dan merayakan pesta pernikahan di desa ini ada beberapa hal yang berbeda dengan daerah lain di Madura.
Ada dua sebutan dalam acara hajatan pernikahan di desa Pinggirpapas, yang pertama adalah hajatan yang dikemas dengan nama “Salamettan Kabin” (Selamatan Pernikahan) dan yang kedua adalah pesta pernikahan yang dikemas dengan nama atau sebutan “Karja”(Pesta Pernikahan). Umumnya “Salamettan Kabin” dilakukan oleh mereka yang memang dari sisi ekonomi kurang mampu, namun ada juga orang yang dari segi finansial memadai namun enggan melaksanakan hajatan pernikahan dengan besar-besaran, tentunya dengan berbagai macam alasan sehingga lebih memilih melaksanakan dengan cara sederhana “Salamettan Kabin” (selamatan pernikahan). Kemudian ada juga beberapa warga ketika sudah melaksanakan “Salametta Kabin” (Selamatan pernikahan) beberapa bulan kemudian mereka juga melaksanakan “Karja” (Pesta Pernikahan).
Biasanya dalam hajatan pernikahan “Salamettan Kabin” rangkaian acaranya dilaksanakan pada pagi hari. Dan dalam acara tersebut dilaksanakan akad nikah serta pembacaan Sholawat Nabi yang ditutup dengan do’a. Undanganpun biasanya hanya dihadiri ratusan orang dan tidak menerima tanda restu dalam bentuk amplop atau apapun, dalam bahasa masyarakat setempat disebut “Tak Ngala’ Tolong” (Tidak menerima sumbangan berupa apapun). Ketika pulang para undangan ini membawa plastik kresek yang berisi Nasi dan beberapa makanan, warga menyebutnya “Berkat”.
Sementara jika melangsungkan hajatan pernikahan dalam bentuk “Karja” (Pesta Pernikahan) prosesnya lumayan panjang dan melelahkan. Betapa tidak, persiapan yang sangat matang dibutuhkan mengingat acara itu biasanya dihadiri oleh ribuan undangan. Ada beberapa tahapan dengan segala macam sebutan mulai persiapan hingga acara berlangsung.
Pertama adalah “Ngin-tangngin”(Begadang semalam suntuk). Ngin-tangngin biasanya dilakukan sepuluh hari, seminggu, atau lima hari sebelum hari pesta pernikanan berlangsung, hal ini tergantung keinginan shohibul hajat (tuan rumah). Dalam acara ngin-tangngin biasanya diisi dengan duduk bersila bersama layaknya orang dalam acara pertemuan atau pengajian sambil mengobrol dan juga sambil memutar video kesenian seperti kerawitan dan sinden atau video ludruk . Menjelang larut malam formasi mulai berubah, warga yang berusia lanjut tetap duduk bersila atau bahkan mundur lebih dulu untuk istirahat. Sementara yang masih tergolong usia muda mulai dengan membuat lingkaran dan duduk santai sambil bermain catur atau kartu untuk menghilangkan rasa kantuk, tak ada taruhan dalam bentuk uang dalam permainan ini tetapi bermain hanya untuk mengusir kantuk.
Kedua adalah “Reng-tareng” (mendirikan dapur sementara) untuk keperluan pesta. Reng-tareng biasanya dibuat dari rancangan bambu dan ditutup dengan terpal. Proses ini dilakukan empat hari sebelum acara.
Ketiga adalah “ Tattarop”( mendirikan terop/tenda). Ini dilakukan biasanya tiga hari menjelang pesta pernikahan. Dihari ini kesibukan sangat nampak sekali, mulai dari pemasangan terop, sound system dan berbagai peralatan pesta.
Ke empat adalah “Nyambelli” (Penyembelian hewan sapi). Sapi biasanya didatangkan satu hari sebelum disembelih atau sore hari ketika proses pendirian terop. Proses penyembelian sendiri biasanya dilakukan pada dini hari dan tepat di depan rumah shohibul hajat (tuan rumah). Pagi harinya mulailah ibu-ibu sibuk memotong daging untuk sajian pesta esok hari. Sementara ibu-ibu yang lain sibuk dengan persiapan makanan dan suguhan lainnya.
Kelima adalah “Daddina” ( hari pesta pernikahan ). Desa Pinggirpapas memang mempunyai kebiasaan yang berbeda dari desa lainnya. Jika di desa lain undangan datang sepanjang hari tapi tidak begitu dengan di Pinggirpapas. Undangan paling padat adalah dipagi hari sekitar jam 07.00 WIB s/d 09.00 WIB. Memang dalam undangan biasanya dicantumkan Jam : Sehari, namun kebiasaan masyarakat setempat selalu saja undangan membludak di pagi hari dan bahkan membuat panitian kewalahan, kecuali tamu atau undangan yang dari tempat lain yang memang datang dan menghadiri acara itu hingga sore hari. Dalam pesta ini bisanya dihibur oleh Kesenian Sinden dan Kerawitan atau belakangan ada beberapa yang digantikan dengan orgen tunggal. Masakan khusus untuk hidangan pesta dikenal dengan sebutan “Supra” yaitu hidangan yang disajikan untuk 10 orang dengan format melingkar, nasi dalam 1 nampan besar, 1 piring makanan ringan sejenis agar-agar atau ada juga dengan buah pisang, 2 mangkok kuah gulai, 2 mangkok air untuk membasuh tangan dan dikelilingi 10 piring yang sudah berisi ikan dan lauk serta 10 air gelas dan tissu yang biasanya terbuat dari koran atau buku bekas. Kata “Supra” ini seringkali dipakai oleh warga untk menghadiri undangan. Sehingga jika seseorang yang mengajak teman atau tetangga untuk menghadiri pesta pernikahan sering mengajak dengan berkata “Ayok Asupra’a
Yang terakhir adalah “Matoron Tattarop” (menurunkan terop) atau ada juga yang bilang “Li-mabeli” (mengembalikan peralatan). Ini dilakukan sore hari setelah acara atau keesokan harinya tergantung seberapa banyak dan ramai undangan yang hadir.
Demikianlah sedikit cerita dari pelaksanaan Pesta Pernikahan di Desa Pinggirpapas Kab.Sumenep. Tentu hal ini tidak sama dengan pelaksanaan pesta pernikahan di daerah lain. Namun bagaimanapun juga perbedaan dalam melaksanakan pesta pernikahan ini semoga tidak menghilangkan atau mengurangi tujuan utama dari pernikahan itu sendiri yaitu membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, apalagi dalam agama pernikanan itu sendiri adalah merupakan sebuah ibadah.
Catatan Orang Desa
11 Mei 2014
Abu Jamiledy

Powered by Blogger.