Saya Buta Aksara, Saya Cinta Indonesia


Widanto, usianya menginjak 11 tahun dan anak ini adalah anak yang buta aksara serta Yatim pula, sejak dua tahun lalu ditinggal ayah tercintanya. Widanto terlahir dalam keluarga miskin di desa Pinggirpapas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep. Karena beberapa faktor anak ini tidak dapat sekolah dan mengaji. Faktor utama adalah tidak adanya keinginan anak untuk sekolah, hal ini barangkali karena rasa minder mengingat teman seusianya saat ini sudah kelas 3 dan 4 SD.

Dalam peringatan HUT RI ke -72 tahun ini ada yang menarik dengan sosok Widanto. Rumah anak ini berdiri diatas tanah Negara di pinggir jalan raya. Kebetulan sang ibu punya bendera merah putih, lalu Widanto meminta bendera tersebut dengan maksud dipasang di depan rumahnya. Hari itu anak ini membuat heboh warga setempat. Pasalnya dia memasang bendera merah putih dengan posisi terbalik, yakni putih merah.

Kisah Widanto ini seolah menyentil kita semua bahwa sesungguhnya dia juga ingin seperti teman-temannya, ingin juga merasakan menjadi anak yang normal dan dia juga Cinta Indonesia, meski dia buta aksara. Semoga suatu saat nanti Tuhan memberi jalan agar anak ini tergerak hatinya untuk menuntut ilmu dan bisa baca tulis serta bisa mengaji seperti teman-temannya. Dan semoga ada orang atau pihak yang peduli akan masa depan anak ini. Aamiin…

Toleransi Bukan Hanya Basa Basi

Kekhawatiran berbagai pihak termasuk para elit bangsa belakangan ini terkait toleransi antar umat beragama ternyata tidak segenting yang dibayangkan. Hal ini dapat dibuktikan di lingkungan masyarakat bawah yang ternyata masih kuat rasa saling menghargai dan menghormati sesama anak bangsa meski berbeda keyakinan.

Seorang teman yang baru saja pulang dari pulau Dewata Bali seminggu yang lalu bercerita, dia tinggal cukup lama dan bergaul dengan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Menurut dia interaksi antar umat beragama disana sangat baik dan harmonis.

Selama di Bali dia sering berinteraksi dengan masyarakat lokal termasuk diantaranya sebuah keluarga Hindu, namanya Pak Wayan. Sungguh indah toleransi yang dirasakan teman saya selama di Bali. Saat tiba waktu sholat Pak Wayan seringkali mengingatkan teman saya untuk segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Yang menarik suatu hari keluarga Pak Wayan memasak daging babi. Saat waktunya makan Pak Wayan meminta istrinya untuk menyediakan masakan yang berbeda untuk teman saya demi menghormati keyakinan umat islam tentang diharamkannya babi untuk dikonsumsi.

"Buk, tolong masakkan dia telor, jangan lupa sendok dan piringnya ambilkan di lemari yang belum pernah kita gunakan," ujar Pak Wayan pada istrinya.

Mendengar hal ini teman saya tercengang, ia merasa hal ini merupakan perlakuan yang luar biasa ditengah maraknya isu gesekan antar umat beragama akhir-akhir ini.

Semoga toleransi seperti ini tetap ada di seluruh wilayah NKRI yang kita cintai.


Cara Copy Paste Teks Bahasa Arab ke Microsoft Word



Siang itu ada seorang mahasiswa yang minta tolong saya untuk mengedit makalahnya, ternyata saat dia ingin copy paste teks bahasa arab dari internet ke Microsoft Word tulisan tersebut menjadi terbalik seperti kalimat Alhamdulillahi robbil 'alamin dibawah ini :




sempat dibuat  pusing juga, namun akhirnya bisa mengatasinya.

Caranya adalah sebagai berikut :
  1. Copy teks bahasa arab
  2. Buka WordPad (Start/All Programs/Accessories/WordPad) dan pastekan tulisan tersebut kedalam lembar kerja WordPad.
  3. Selanjutnya copy kembali dari WordPad ke dalam lembar kerja Microsoft Word
  4. Selesai 














Sekarang teks bahasa arab sudah tampil normal seperti yang kita harapkan.

 













Sekian semoga bermanfaat.

Salam dari ujung timur Madura

Forum Kiyai Muda Madura Gelar Seminar Aswaja



Pamekasan - Semakin maraknya berbagai faham yang masuk ke wilayah pulau Madura mendorong para kiyai muda yang tergabung dalam Forum Kiyai Muda (FKM) Madura untuk melakukan berbagai upaya dalam membendung faham-faham yang tidak sesuai dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Diantaranya dengan menggelar Seminar Aswaja dengan tema "Mengokohkan pemahaman Islam Ala Manhaj Ahlissunnah wal Jamaah". Acara ini digelar di Gedung Serbaguna Pamekasan Rabu, 03/08/2016.Dalam kesempatan ini dihadirkan tiga narasumber yaitu KH. Luthfi Bashori, KH. Muhammad Najih Maimoen dan KH. Muhammad Idrus Ramli.

Narasumber pertama KH. Luthfi Bashori memaparkan tentang tema “Bahaya Komunis” dengan fenomena Importir tenaga asal China yang saat ini jumlahnya terus bertambah. Sementara narasumber kedua KH. Muhammad Najih Maimoen atau yang akrab disapa Gus Najih menyatakan bahwa beliau tetap istiqomah menolak aliran nusantara . Sedangkan KH. Muhammad Idrus Ramli sebagai narasumber yang ketiga mengangkat tema tentang “Menolak Wahhabi Dan Syiah” sebagai aliran sesat dan musuh dalam selimut. Selain itu faham liberal dan komunis sesuai dengan penyampaian Kiai Luthfi dan Kiai Najih menurut Kiai Idrus juga harus dibersihkan dari rumah kita Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Kemegahan Masjid Agung Sumenep


Masjid ini merupakan kebanggaan masyarakat Madura khususnya Kabupaten Sumenep. Terletak di jantung kota Sumenep dan masjid ini didirikan pada masa pemerintahan Panembahan Somala. Menurut cacatan sejarah arsitektur bangunan masjid sendiri, secara garis besar banyak dipengaruhi unsur kebudayaan Tiongkok, Eropa, Jawa, dan Madura, salah satunya dapat dilihat pada pintu gerbang masjid yang corak arsitekturnya bernuansa kebudayaan Tiongkok.


Bagaimana ?? anda tertarik melihatnya ?.. kami tunggu kedatangannya :)

Salam dari ujung timur Madura 

https://twitter.com/abujamiledy
https://www.facebook.com/abu.jamiledy 

Pesantren dan Tantangannya


Dewasa ini moral anak bangsa semakin memprihatinkan, tidak hanya di kalangan siswa SMA dan perguruan tinggi namun bahkan dalam usia yang masih dini yakni SD dan SMP. Dengan semakin canggihnya teknologi di era digital saat ini semakin mempermudah anak untuk mengakses dan mengkonsumsi berbagai hal yang kurang baik. Tak heran kenakalan dan kebrutalan remaja saat ini membuat miris berbagai pihak khususnya orang tua. Tawuran, seks bebas, obat-obatan terlarang seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sebagian remaja saat ini. Dari data yang dilansir oleh Komisi Perlindungan Anak beberapa tahun lalu misalnya akan membuat kita tercengang, data tersebut mengungkap perilaku seksual remaja SMP dan SMA yaitu 93,7%  Pernah ciuman, Petting, oral sek, 62,7% remaja SMP tidak perawan, 21,2% remaja SMA pernah aborsi, 97% pernah nonton film porno.
Menyikapi berbagai persoalan tersebut patut kiranya kita semua berfikir untuk semakin memperkuat benteng pertahanan putra-putri kita. Salah satunya dengan memperkuat keimanan dan ketaqwaan agar anak-anak ini bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk untuk masa depan mereka. Pendidikan agama amat sangat penting ditanamkan sejak dini. Tentu ini tidak hanya menjadi tugas pihak sekolah, apalagi pelajaran agama di sekolah umum terasa sangat minim, hanya beberapa jam dalam seminggu.
Semakin derasnya pengaruh negatif saat ini membuat sebagian orang tua berfikir dan memilih pendidikan pesantren sebagai alternatif untuk menjaga moral remaja saat ini. Memang tidak ada jaminan bahwa lulusan pesantren akan menjadi manusia sholeh dan sempurna, namun barangkali ini pilihan yang paling tepat dari dulu hingga sekarang dan bahkan sampai nanti. Pindidikan pesantren tak dapat diragukan lagi dalam mengajarkan secara detail semua hal yang berkaitan dengan agama. Saat ini ada pesantren yang fokus dalam bidang agama namun ada juga yang menggabungkan antara pendidikan agama dan pendidikan formal. Pendidikan pesantren adalah mendidikan yang secara maksimal membentuk karakter generasi yang islami.
Problemnya dewasa ini adalah meski tidak diragukan lagi peranan pesantren dalam menjaga moral anak bangsa, namun masih banyak orang yang ragu kualitas lulusan pesantren dan enggan untuk menitipkan buah hatinya. Keengganan tersebut tak lepas dari banyaknya masyarakat sekarang yang menginginkan anaknya kelak hidupnya sejahreta dari sisi ekonomi. Tak heran jika mereka memilihkan anaknya sekolah favorit yang mereka nilai menjanjikan dan ketika lulus langsung bisa bekerja dengan bekal ijazah dari sekolah dan perguruan tinggi ternama.
Tantangan pesantren juga  terasa berat dengan adanya isu-isu miring yang diarahkan ke  pesantren, baik yang berasal dari eksternal maupun dari internal pesantren sendiri. Dari luar masyarakat yang tidak menyukai pendidikan pesantren seringkali menyudutkan pesantren dengan isu misalnya tidak ada jaminan kalau lulusan pesantren itu menjadi pribadi yang alim dan ahli ibadah. Memang ada satu dua kasus semisal ada anak lulusan pesantren yang kemudian berbaur dalam masyarakat dan perilakunya brutal dan kelewatan. Hal inilah yang kemudian dijadikan sample oleh orang-orang yang tidak menyukai pesantren.
“Ah.., lulusan pesantren itu akhlaqnya lebih parah dari lulusan sekolah umum, lihat saja itu si anu, dia lulusan pesantren tapi kelakuannya seperti itu..!” begitulah kata-kata yang sering mereka lontarkan untuk menggoyahkan semangat atau keinginan orang yang ingin menitipkan anaknya di pesantren. Mereka yang tidak menyukai pesantren lupa atau mungkin menutup mata bahwa jumlah kenakalan anak yang menempuh pendidikan diluar pendidikan pesantren jumlahnya jauh lebih besar. Sebagai contoh berapa ratus kasus siswa antar sekolah yang terlibat tawuran, mengkonsumsi obat terlarang, seks bebas dan kenakalan remaja lainnya karena kurangnya kontrol dari berbagai pihak.  Hal ini nyaris atau bahkan tidak akan dijumpai di kalangan pesantren. Jika kita mau jujur dan objektif tentu kita bisa membedakan dan menilai bahwa lulusan pesantren jelas punya nilai lebih khususnya dibidang agama.
Faktor lain yang menyebabkan turunnya minat untuk melanjutkan pendidikan ke pesantren adalah adanya sejumlah alumni yang pernah mengenyam pendidikan pesantren juga enggan menitipkan anaknya. Mereka menilai pendidikan dan aturan di pesantren terlalu ketat dan merampas kebebasan. Mereka merasa pesantren adalah penjara yang membatasi ruang gerak mereka. Tak heran jika alumni yang semacam ini kemudian memilih pendidikan formal sebagai tempat anaknya menuntut ilmu.Tak cukup itu saja bahkan mereka malah mempengaruhi orang lain. “Jangan menitipkan anak di pesantren, kasihan mereka tiap hari, siang malam makan kitab.” Ungkapan itu pernah diucapkan oleh salah seorang  alumni di pulau Madura. “Anakku tak akan kutitipkan ke pesantren, cukup aku saja yang merasakan pahit getirnya pesantren,” itu juga kalimat yang sempat terlontar.
Para alumni yang enggan menitipkan putranya di pesantren barangkali lupa bahwa pesantren itu adalah lembaga yang memang tempat anak digembleng dan dilatih. Pesantren tak ubahnya pendidikan dalam kemiliteran. Karena pesantren tempat mencetak manusia yang diharapkan tangguh, maka tidaklah berlebihan jika pesantren jauh dari kesan mewah. Kita tentu tahu dan mendengar jika seseorang yang ingin menjadi anggota TNI dan POLRI harus menjalani beberapa tahapan dan menjalani latihan yang sangat berat, misalnya masuk gorong-gorong, makan seadanya di dalam hutan, tidur di hutan dengan dikerubuti nyamuk dan berbagai macam “siksaan” lainnya. Mereka tidur di hutan bukan karena tidak punya rumah, mereka kekurangan makanan bukan karena mereka tak punya beras, tetapi semua semata-mata untuk melatih mental mereka agar ketika mereka lulus menjadi pribadi yang tangguh dan siap dalam segala macam kondisi.
Begitulah perumpamaan kehidupan pesantren. Jika kita ingin memanjakan anak tentu tidak di pesantren tempatnya. Pesantren memang dirancang untuk melatih anak agar senantiasa menjadi pribadi yang sederhana dan mandiri. Jika di pesantren disediakan makanan enak, tidur di kasur empuk, nonton tv dan main game itu bukan pesantren tetapi hotel atau tempat wisata dan tempat bermain.
Dari sinilah dibutuhkan pemikiran yang jernih dan penuh keikhlasan bagi mereka yang menginginkan anak yang sholeh dan sholehah. Jika kita bertanya dimanakah dan bagaimana cara mencetak generasi yang sholeh dan sholehah.?? Tentu pesantrenlah jawabannya. Sering kita dengar dalam sambutan pernikahan selalu mendoakan semoga mempelai berdua menjadi keluarga yang sakinah, dikaruniahi anak yang sholeh dan sholehah. Bagaimana bisa kita mengharap anak yang sholeh dan sholehah jika kita tidak menuntun mereka kearah sana. Analoginya adalah “Bagaimana bisa anak kita sampai ke Semarang kalau bus yang kita pilih arahnya menuju Banyuwangi,” Bagaimana kita bisa berharap anak-anak kita sholeh dan sholehah jika kita tidak memilihkan pendidikan yang memang arahnya kesana.
Dari sisi kesejahteraan ekonomi barangkali masih ada anggapan pesantren kurang menjanjikan, namun bukan berarti tidak bisa. Berapa banyak tokoh yang lulusan pesantren mampu berkiprah dalam persaingan hidup. Banyak diantara mereka yang menjadi pengusaha dan pejabat bahkan sampai presiden. Jadi mulailah berfikir positif tentang pesantren dan yakinlah bahwa rezeki itu kuasa Allah. Ada sebagian orang tua yang menitipkan anaknya terkadang tidak mencari ridha Allah melainkan mencari aman. Suatu contoh orang tua yang punya anak gadis ditanya, “Anak anda kenapa dititipkan di pesantren ?”, orang tua tersebut menjawab, “Ya, karena anak saya perempuan dan jika saya sekolahkan di sekolah umum saya khawatir terjadi sesuatu dengan dia,”. Jawaban ini tentu tidak salah, namun alangkah indahnya jika jawabannya adalah semata-mata niat menitipkan anak hanya karena Allah dan bukan karena ingin menyelamatkan anak dari bahaya pergaulan bebas. Jika niat itu tulus dan ikhlas tentu orang tua tidak akan peduli anaknya laki-laki atau perempuan tetap di titipkan di pesantren karena Allah.
Lembaga pesantren sendiri mungkin sudah saatnya berbenah dan beradaptasi dengan zamannya. Tentu perubahan tersebut tetap dalam nilai-nilai yang tidak melanggar aturan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Barangkali ada aturan atau sistem pesantren yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Santri zaman dahulu tidak sama dengan santri sekarang, dan permasalahanpun semakin kompleks. Misalnya  kemudian di pesantren juga mengadakan pelatihan-pelatihan yang diharapkan setelah santri lulus mereka sudah siap bersaing dengan lulusan pendidikan formal lainnya.Semoga kedepan pesantren menjadi salah satu lembaga yang menjadi pilihan nomor satu dan terpercaya. Terlepas sekolah umum atau pesantren pilihan kita, semoga kita tetap bisa membimbing anak-anak kita.
Lagi-lagi semua tergantung orang tua masing-masing, mau diarahkan kemana anak-anak kita.

Catatan orang awam
25 Nopember 2014

Tradisi Membersihkan Makam Menjelang Lebaran di Bumi Garam


Area Pemakaman Bujuk Pelak
Menjelang Hari Raya Idul Fitri ada tradisi yang biasa dilakukan masyarakat di Desa Pinggirpapas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, tradisi tersebut adalah membersihkan makam dan mengecat batu nisan. Hal ini dilakukan saat memasuki bulan Ramadhan hingga menjelang Hari Raya. Namun yang paling terlihat ramai adalah pada saat memasuki hari ke 21 hingga hari ke 29 atau akhir Ramadhan.
Masyarakat terlihat di beberapa are pemakaman yang berada di desa ini. Umumnya dalam setiap area pemakaman di Desa ini ada makam orang besar atau yang dipercaya sebagai makam orang sholeh atau wali, warga menyebutnya sebagai "Bujuk". Dengan membawa alat pemotong rumput seperti arit dan juga membawa cat dengan berbagai warna . Dari tradisi ini kita dapat melihat sisi positif diantaranya adalah mengingatkan kita akan kematian sehingga kita akan lebih mawas diri dalam mengarungi kehidupan. Selain itu juga  melestarikan keberadaan makam leluhur. Hal ini jelas terlihat dimana warga yang peduli akan makam leluhurnya dan yang terkesan apatis. Makam yang sering dikunjungi oleh keluarganya setiap hari Jum'at misalnya atau minimal satu kali dalam setahun yakni menjelang lebaran akan terlihat bersih dan rapi. Sementara makam yang tidak terurus akan kelihatan kusam dan tertutup rumput serta debu. Batu nisan di desa Pinggirpapas umunya tidak mencantumkan nama almarhum/almarhumah, sehingga ada sebagian warga yang tidak biasa berziarah kebingungan dan salah alamat ketika berziarah. Hanya beberapa nisan saja yang terlihat ada namanya. 

Anak - anak yang membersihkan dan mengecat batu nisan leluhurnya
Untuk mempertahankan keberadaan makam sebagian warga berinisatif membawa anak-anak mereka untuk membersihkan sekaligus mengenalkan makam-makam leluhurnya. Sehingga dikemudian hari diharapkan anak-anak ini bisa mencintai dan menjaga makam leluhurnya. Selain sisi positif tadi ada juga warga yang dari ekonomi mampu terkadang terlalu berlebihan dalam merawat dan menjaga makam. Tidak jarang ada beberapa makam dari keluarga orang yang kaya terlihat dibangun sedemikian rupa sehingga kemudian terlihat mencolok. Dari batu nisan dan kondisi makam itu terkadang kita  bisa membedakan antara makam keluarga orang berpunya dan makam dari keluarga miskin atau masyarakat biasa.

Ratusan Warga Hadiri Peringatan Isra’ Mi’raj di Mesjid Al-Amien Karanganyar




Suarapinggirpapas, Sumenep -  Meski ditengah-tengah kesibukan kerja terutama bagi petani garam menjelang pergantian musim penghujan ke musim kemarau, tidak membuat warga Desa Karanganyar dan Pinggirpapas Kecamatan Kalianget lupa untuk memperingati peristiwa penting dalam Islam yaitu Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Bertempat di mesjid Al-Amien Desa Karanganyar Sabtu, 02/06/2014 acara berlangsung lancar.
Ratusan orang dengan khusu’ mendengarkan tausiyah yang disampaikan oleh Habib Jakfar Al-Jufri dari Kota Sumenep. Dalam pemaparannya Habib Jakfar menjelaskan beberapa hal diantaranya umat Islam adalah umat istimewa. Meski usia umat Nabi Muhammad tidak sama dengan umat Nabi-Nabi sebelumnya umat Islam akan masuk surga lebih dulu dari umat lainnya, bahkan diharamkan umat lain masuk ke surga sebelum umat Nabi Muhammad masuk. Tentu saja hal ini berlaku bagi umat Islam yang benar-benar tulus.
Selain itu Habib yang juga merupakan Wakil Ketua PCNU Sumenep ini juga menjelaskan pentingnya istiqomah. Suatu contoh orang yang membaca sholawat pagi dan sore akan mendapat syafaat Nabi. Habib Jakfar mengharap agar umat Islam bisa memanfaatkan 2 hal dengan baik yaitu waktu kosong dan kesehatan. Peringatan Isra’Mi’raj ini juga disemarakkan dengan penampilan Kumpulan Hadrah Al-Muhibbin yang berasal dari desa setempat. (Aby)

Benarkah Mesjid Adalah Tempat Suci..??



Tak ada yang berbeda dari pelaksanaan ibadah Sholat Jum’at hari ini (6/6/2014) di Mesjid Al-Muqorrobin  Desa Pinggirpapas Kabupaten Sumenep dimana saya tinggal.Usai sholat Jum’at biasanya ada dzikir berjamaah beberapa menit sebelum para jamaah meninggalkan mesjid. Namun kali ini berbeda, usai sholat  takmir masjid berdiri dan menyampaikan kabar yang sangat menyakitkan.
“Saya akan menyampaikan kabar duka, bahwasanya kas mesjid yang berada di dalam kotak Amal telah dicuri orang,” ucap takmir mesjid H. Mahbub Ilahi. Mendengar berita ini sontak para jemaah tercengang, dan terlihat beberapa diantaranya menggeleng-gelengkan kepala seakan tak percaya. Kemudian H.Mahbub melanjutkan ucapannya. “Mari kita kirim fatihah dan do’akan bersama agar si pencuri segera diberi hidayah oleh Allah dan sadar akan kesalahannya,” kata H. Mahbub dengan nada sedih.
Pencurian ini mungkin yang pertama kali terjadi di Mesjid Al-Muqorrobin. Sebelumnya di mesjid desa tetangga pencurian uang dan barang-barang berharga yang ada di mesjid Hairul Jannah Desa Karanganyar Sumenep sudah sering terjadi juga. Untuk itulah kemudian Ketua takmir Mesjid setempat berinisiatif mengunci mesjid dan hanya membukanya disaat-saat sholat fardhu dan ketika ada kegiatan keagamaan saja. Kebijakan mengunci pintu pagar mesjid ini kemudian juga menimbulkan pro dan kontra.
Cerita diatas kemudian menimbulkan pertanyaan “Benarkah Mesjid Adalah Tempat Suci..?”. yach, mesjid memang merupakan tempat suci bahkan disebut juga sebagai “Rumah Allah”. Tapi ini berlaku bagi umat yang masih ada iman di dalam dadanya. Sementara bagi mereka yang kosong iman hal ini tidak berlaku. Sering kita dengar dari berbagai media tindakan kriminal terjadi di tempat-tempat ibadah, bahkan di berbagai negara yang sedang berkonflik sepertinya tak ada lagi tempat suci yang tersisa, semua disamaratakan. Bagaimana misalnya Mesjid bersejarah di Irak menjadi sasaran peluru, rusaknya area mesjid Khalifah Umar Bin Abdul Aziz di timur tengah, Bom yang meledak di dalam mesjid dan gereja di berbagai negara termasuk beberapa tahun yang lalu dimana bom meledak di gereja bahkan sempat meledak di sebuah mesjid di Indonesia. Kesucian tempat ibadah yang semestinya dijaga saat ini seakan hanyalah kata-kata mutiara dan menjadi tanggung jawab beberapa pihak saja. Lantas siapa dan dari manakah harus dimulai memperbaiki moral bangsa ini..??

Mau Berdakwah atau Bekerja ?



"Dakwah adalah Cinta. dan Cinta akan meminta semuanya dari dirimu"


Perkembangan dan kelangsungan kehidupan beragama dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari para juru dakwah. Sejak zaman Rasulullah , para sahabat, para aulia hingga zaman sekarang dilanjutkan oleh para Kyai dan Ustadz. Mereka berjuang menegakkan agama Allah di muka bumi.
Di Indonesia kita mengenal bagaimana perjuangan Walisongo (Wali Sembilan) menyebarkan Islam di tanah Jawa. Para wali Allah ini bahkan rela meninggalkan keluarga dan tempat tinggalnya. Dari pusat keramaian hingga ke pelosok mereka datangi. Masuk hutan keluar hutan, naik ke perbukitan hingga menyeberang lautan. Mereka tidak berharap sesuatu kecuali ridho Allah dan Rasulnya.
Di zaman sekarang perjuangan itu masih ada dan akan terus ada. Ratusan bahkan ribuan Kyai dan Ustadz di negeri ini terus dengan giat membina umat agar tetap selalu berada di jalan-Nya. Namun ada yang sedikit berbeda dengan zaman sebelumnya. Diantara para juru dakwah ini ternyata masih ada yang belum sepenuh hati merelakan dan mengabdikan hidupnya di jalan Allah. Dan di zaman sekarang jarang sekali kita mendengar ada Kyai atau Ustadz yang mau turun kebawah, tentu tidak semuanya.
Biasanya mereka akan turun dan menyampaikan dakwah manakala ada undangan peringatan hari-hari besar Islam. Sebagian beralasan mereka sibuk membina pesantren, tentu ini tidak salah karena memang pesantren membutuhkan mereka untuk mencetak generasi yang cerdas, berakhlaqul karimah dan siap untuk melanjutkan perjuangan Islam ketika para santri sudah lulus dari pesantren. Namun yang sangat memprihatinkan ada beberapa juru dakwah yang seringkali mengingatkan “honor” nya kepada panitia acara manakala mereka diundang dalam sebuah acara pengajian. Dari segi etika ini sepertinya kurang enak di dengar.
“ Masih banyak lagi keutamaan dan makna dari Ibadah yang kita lakukan, namun saya tidak bisa jelaskan sekarang. Kalau dijelaskan sekarang nanti sampeyan tidak ngundang saya lagi dan saya tidak dapat honor,” begitulah ucap seorang kyai dalam ceramahnya. “Saya tidak meminta, hanya sekedar mengingatkan agar panitia tidak lupa amplopnya kepada saya”. Itu juga cuplikan ceramah dari salah satu kyai yang di undang dalam sebuah acara peringatan hari besar Islam.
Kita yakin masih banyak Kyai dan Ustadz yang memang tulus berjuang demi agama. Namun apa yang seringkali disampaikan oleh beberapa juru dakwah ini seakan mencederai tujuan mulia itu. Sebagai umat salahkah kita jika berfikir : “Mereka itu mau berdakwah atau bekerja ?”
Teringat akan sebuah cerita dari seorang Muallaf yang kemudian menjadi Da’i terkenal di negeri ini. Beliau bercerita suatu saat ketika berada di pesantren ditugaskan oleh Gurunya untuk berdakwah. Sang kyai berpesan : “Nak, kamu kalau mau berdakwah itu yang ikhlas..”. si Muallaf ini lalu bertanya : “Ciri-ciri orang berdakwah yang ikhlas itu seperti apa Kyai..??” Sang Kyai lalu menjawab : “ Ciri-ciri berdakwah yang ikhlas itu adalah : Pertama, Jika mau berdakwah kamu makan dulu, siapa tahu nanti disana kamu tidak dikasih makan, lalu yang kedua kamu bawa sango (ongkos), siapa tahu nanti disana kamu tidak dikasih ongkos.” Begitulah nasehat Kyai untuk sang murid yang ingin berdakwah.
Idealnya barangkali seorang juru dakwah harus sudah mempunyai penghasilan yang mencukupi kehidupan keluarga. Sehingga diharapkan para Da’i ini akan berdakwah sepenuh hati tanpa memikirkan soal materi. Bukankah junjungan kita Nabi Muhammad selain menyampaikan ajaran Islam beliau juga bekerja sebagai pengembala kambing dan berdagang. Begitu juga dengan para utusan Allah yang lain.
Tentu tidak salah jika seorang Da’i mendapatkan sesuatu dari umat yang mengundang untuk memberikan tausiyah, namun jangan kemudian itu menjadi tujuan dari Sang Da’i tersebut, apalagi sampai mengingatkan panitia. Sebab tanpa di ingatkanpun panitia pasti akan berfikir dan mempersiapkan segala sesuatunya, meskipun itu dana dari hasil patungan dan mengajukan proposal untuk mengadakan sebuah acara keagamaan.
Semoga kedepan Para Da’i akan berusaha untuk berbenah dan meluruskan niat agar tidak ada lagi anggapan miring tentang Kyai dan Ustadz di masyarakat. Amien..
Wallahu A'lam Bishawab
(Abu Jamiledy)





Powered by Blogger.