Potret Pendidikan di Pulau Terpencil
![]() |
| Kondisi Bangunan MI Makarimal Akhlaq |
Lembaga Pendidikan Makarimal
Akhlaq adalah contoh Potret Buram Pendidikan di negeri ini. Lembaga ini berdiri
di sebuah pulau terpencil di Kabupaten Sumenep yaitu di Pulau Tonduk atau
masyarakat mengenalnya sebagai Desa Tonduk. Pulau yang masuk dalam wilayah Kec.
Raas ini dihuni penduduk sekitar 3.500 jiwa dan hanya tersisa 35 % karena 65%
pergi merantau ke berbagai wilayah di Indonesia. Di pulau ini terdapat satu SD
Negeri dan beberapa lembaga pendidikan swasta.
Kepala MI Makarimal Akhlaq Abdul
Arief, S.Pd. menjelaskan bahwa selama ini lembaga yang dikelolanya belum pernah
disentuh bantuan pembangunan gedung sekolah. Selama ini pihaknya mengandalkan
sumbangan masyarakat sekitar untuk kepentingan yang berkaitan dengan bangunan
fisik sekolah. Selain itu Kepala Sekolah yang pernah menimbah ilmu di Ponpes
Mathali’ul Anwar Sumenep ini juga menjelaskan lembaga yang dikelolanya masih
sangat membutuhkan guru. Maklum jumlah guru di lembaga ini sangat terbatas
sehingga proses belajar mengajar tidak maksimal.
![]() |
| MI Makarimal Akhlaq dari kejauhan |
“Sejujurnya kami berharap ada
perhatian dari pihak terkait untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lembaga
kami, baik berupa bangunan ataupun tambahan pengajar,” ungkap Abdul Arief.
Sarjana muda lulusan STKIP Sumenep ini juga mengungkapkan keinginannya untuk
membangun desanya, khususnya di bidang pendidikan. Saat pertama kali masuk
dalam lembaga yang di rintis oleh orang tuanya yaitu KH. Abu Zairi, Arif
mengungkapkan kesedihannya. Betapa tidak dia menjumpai seorang siswa kelas V di
MI Makarimal Akhlaq belum bisa membaca. Sejak saat itu Abdul Arif bertekad akan
berjuang keras untuk memajukan lembaganya yang menaungi RA,MI dan Madrasah
Diniyah.
Langkah awal yang dilakukan oleh
Abdul Arief, S.Pd. adalah mencoba menata administrasi sekolah. Dia juga
berjuang untuk meyakinkan masyarakat bahwa MI dan SD tidak ada perbedaan.
Selama ini yang berkembang di kalangan masyarakat desa ini adalah bahwa lulusan
SD akan lebih baik dan menjanjikan dibanding lulusan MI.
Selain kekurangan ruangan dan
pengajar di lembaga ini juga tidak ada sarana permainan untuk anak khususnya
siswa RA. Arief berharap kedepan ada kepedulian dari berbagai pihak untuk
meningkatkan mutu pendidikan di lembaganya. Menurutnya bahkan ada anak yang
lulus SD atau MI di pulau ini langsung bekerja ikut keluarganya merantau. Jika
hal ini terus dibiarkan bagaimana generasi Indonesia kedepan bisa maju menghadapi
persaingan global.
Mengenal Tonduk “Pulau Putri” yang Semakin Mengecil
![]() |
| Pulau Tonduk |
Sumenep adalah Kabupaten
Kepulauan di Madura dan berbeda dengan tiga kabupaten lainnya. Kabupaten ini
terdiri dari ratusan pulau. Tonduk adalah salah satu pulau di Sumenep yang
berada dalam wilayah Kecamatan Raas. Warga setempat lebih akrab menyebut pulau
ini dengan sebutan Desa Tonduk bukan Pulau Tonduk, mengingat pulau ini juga
hanya terdapat satu desa yaitu Desa Tonduk. Menurut sesepuh Desa Tonduk KH. Abu
Zairi Nama Tonduk sendiri berasal dari kata Tunduk atau Patuh. Untuk sampai di
pulau ini dibutuhkan waktu 30 menit dari pelabuhan di Pulau Raas dengan
menggunakan perahu kecil . Dari kejauhan pulau ini tampak indah dengan
dikelilingi oleh pasir putih dan lambaian beberapa pohon kelapa. Luasnyapun tidak
seberapa. Menurut warga setempat mungkin sekitar 7 x 2 km. Tanah di pulau ini
gersang sehingga penduduk pulau ini hanya bercocok tanam dimusim hujan.
![]() |
| Suasana pantai DesaTonduk |
Warga juga sering menyebut nama
pulau ini dengan sebutan “Pulau Putri”. Menurut warga sebutan itu disematkan karena
penduduk desa ini memang penghuninya lebih banyak perempuan ketimbang
laki-laki. Sedangkan yang tersisa paling banyak ibu-ibu dan anak-anak. Jumlah penduduk pulau ini sekitar 3.500 jiwa
dan hampir 65 % penduduk pulau ini merantau. Tujuan mereka merata di berbagai
wilayah Indonesia dari ujung timur ke ujung barat misalnya Papua, Maluku, Jawa
hingga Aceh. Yang paling banyak mereka bekerja sebagai pencari teripang atau
timun laut yang konon harganya bisa mencapai 1 juta/kg. Untuk mendapatkan
teripang ini nelayan harus menyelam puluhan meter kedalam dasar laut.
Selebihnya penduduk desa ini bekerja sebagai pedagang dan berbagai profesi
lainnya juga di perantauan. Mereka biasanya kumpul bersama keluarga pada saat
moment Ramadhan dan Idul Fitri. Di desa Tonduk ini terlihat berdiri rumah-rumah
megah, namun sayang rumah-rumah ini banyak yang tidak dihuni dan hanya sebagai
tempat singgah disaat para perantau pulang kampung.
![]() |
| Anak-anak Desa Tonduk |
Warga Desa Tonduk juga
mempercayai bahwa desa mereka adalah desa yang damai. Terbukti bahwa hingga
saat ini belum ada pertikaian yang sampai menumpahkan darah antar sesama
penghuni pulau. Bahkan sampai orang yang dikenal sebagai bajinganpun ketika
menginjakkan kaki di pulau ini akan kehilangan sifat brutalnya.
Untuk penerangan di malam hari warga
mengandalkan mesin genset dan tenaga surya. Sementara untuk berkomunikasi
melalui handphone sangat sulit di pulau ini. Maklum saja di pulau ini belum ada
tower komunikasi yang berdiri sehingga mereka mengandalkan sinyal yang berasal
dari Pulau Raas. Untuk memperkuat sinyal sebagian warga menggunakan antena untuk
didekatkan dengan hanphone yang mereka gunakan dan itupun tidak maksimal karena
sering terputus saat berkomunikasi. Cara meletakkan handphone pun cukup unik
yaitu ditempat yang tinggi misalnya diatas lemari atau diatas pintu rumah.
Menurut tokoh masyarakat setempat
KH.Abu Hasan yang juga sebagai pengelola lembaga pendidikan dulunya pulau ini
lumayan luas, namun karena sering mengalami abrasi sehingga daratan pulau ini
terus mengalami penyusutan. Warga pulau ini berharap ada perhatian serius dari
pihak terkait sehingga keberadaan pulau ini tetap bisa dipertahankan.
Memasuki Kemarau Ribuan Warga di Sumenep Mulai Meninggalkan Desanya
Sumenep- Hampir setiap malam sejak beberapa minggu lalu pemandangan
tak biasa terlihat di Desa Pinggirpapas, Karanganyar dan beberapa desa lain di
kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep. Truk besar berseliweran di desa-desa
tersebut. Kendaraan ini sengaja di datangkan oleh beberapa ketua kelompok
petani garam yang bekerja ke luar daerah. Seperti terlihat pada Senin malam,
16/06/2014 nampak “kloter” yang
kesekian kalinya diberangkatkan dari “embarkasi
“Pinggirpapas dan Karanganyar. beberapa warga terlihat sangat sibuk menaikkan
barang-barang perlengkapan sehari-hari dan juga perlengkapan yang akan mereka gunakan
untuk bekerja di tempat tujuan.
Setelah semua barang perlengkapan
dinaikkan ke dalam truk, satu persatu warga ini naik ke dalam truk yang
tertutup terpal. Mulai bayi yang berusia beberapa bulan hingga orang tua renta
terlihat ikut serta dalam rombongan. Bayi
dan juga orang tua renta ini terpaksa ikut serta dalam rombongan
mengingat di rumah mereka tak ada yang mengurus karena juga sudah berangkat
bekerja ke luar daerah lebih dulu. Tak terkecuali anak yang masih dibangku
sekolah, baik TK ataupun SD. Mereka juga terpaksa cuti dari sekolah karena ikut orang tuanya berangkat bekerja ke
luar daerah. Di rantau anak-anak inipun harus merasakan teriknya matahari,
dinginnya malam dan gigitan nyamuk liar.Isak tangispun mewarnai malam
keberangkatan ini. Maklum hampir 6 bulan lamanya mereka akan terpisah jauh dari
sanak saudara hingga akhir musim garam.
Truk yang mengangkut barang dan
orang ini berangkat ke berbagai daerah di Jawa Timur seperti Surabaya, Gresik,
Sidoarjo, Pasuruan dan berbagai daerah lain termasuk beberapa kabupaten di
Madura. Pemandangan seperti ini memang sudah biasa terjadi setiap tahunnya di
beberapa desa. Umumnya mereka yang
berangkat bekerja dengan sistem bagi hasil dilahan garam milik orang di luar
daerah. Mereka terpaksa bekerja ke luar daerah untuk mencari penghidupan yang
lebih baik mengingat keterbatasan lahan di desanya. (Aby)
Setelah Puluhan Tahun dibiarkan, Sungai Desa Pinggirpapas dikeruk
Pagi itu seperti biasa saya mau
buang air besar ke sungai di pinggir kampung Senin,16/06/2014. Namun
sesampainya di sungai saya melihat alat berat milik PT.GARAM (Persero) sedang
mengeruk sungai yang berada di Dusun Dhalem Pinggirpapas.
Sebelum dikeruk sungai yang
berada di desa Pingggirpapas ini memang sangat memprihatinkan. Selain faktor
puluhan tahun tak pernah dikeruk, juga diakibatkan kebiasaan masyarakat
setempat yang membuang sampah ke sungai. Ditambah lagi masyarakat setempat yang
tinggal di pinggir sungai melakukan penimbunan di pinggir sungai untuk
digunakan sebagai tempat tinggal. Alhasil sungai yang sudah dangkal semakin
sempit saja hanya tersisa beberapa meter. Di beberapa titik ada yang lebarnya
tinggal 1 sampai 2 meter saja. Lebih dari itu bau menyengat juga menjadi
konsumsi masyarakat sekitar setiap hari.
Pengerukan ini disambut gembira
oleh warga setempat, pasalnya mereka sudah lama menginginkan sungai mereka lancar
seperti puluhan tahun yang lalu. Meskipun sempat beberapa kali warga Dusun
Dhalem melakukan kerja bakti mengeruk sungai, tapi hasilnya tidak maksimal.
Exavator yang sepertinya milik PT.GARAM
(Persero) ini dikawal oleh beberapa sekuriti dari PT.GARAM (Persero). Beberapa
WC Sungai yang berdiri diatas sungai yang dilalui oleh exavator ikut dirobohkan
untuk mempermudah proses pengerukan.
Sejumlah warga juga tampak
menyaksikan langsung jalannya pengerukan ini. Warga juga berharap agar
pengerukan ini bisa dilakukan secara berkala sehingga sungai di lingkungan
mereka kembali seperti puluhan tahun lalu dan juga ada ketegasan pihak terkait
agar tidak ada warga yang menimbun sungai untuk dijadikan pemukiman atau lahan
garam.










