Pulau Tonduk |
Sumenep adalah Kabupaten
Kepulauan di Madura dan berbeda dengan tiga kabupaten lainnya. Kabupaten ini
terdiri dari ratusan pulau. Tonduk adalah salah satu pulau di Sumenep yang
berada dalam wilayah Kecamatan Raas. Warga setempat lebih akrab menyebut pulau
ini dengan sebutan Desa Tonduk bukan Pulau Tonduk, mengingat pulau ini juga
hanya terdapat satu desa yaitu Desa Tonduk. Menurut sesepuh Desa Tonduk KH. Abu
Zairi Nama Tonduk sendiri berasal dari kata Tunduk atau Patuh. Untuk sampai di
pulau ini dibutuhkan waktu 30 menit dari pelabuhan di Pulau Raas dengan
menggunakan perahu kecil . Dari kejauhan pulau ini tampak indah dengan
dikelilingi oleh pasir putih dan lambaian beberapa pohon kelapa. Luasnyapun tidak
seberapa. Menurut warga setempat mungkin sekitar 7 x 2 km. Tanah di pulau ini
gersang sehingga penduduk pulau ini hanya bercocok tanam dimusim hujan.
Suasana pantai DesaTonduk |
Warga juga sering menyebut nama
pulau ini dengan sebutan “Pulau Putri”. Menurut warga sebutan itu disematkan karena
penduduk desa ini memang penghuninya lebih banyak perempuan ketimbang
laki-laki. Sedangkan yang tersisa paling banyak ibu-ibu dan anak-anak. Jumlah penduduk pulau ini sekitar 3.500 jiwa
dan hampir 65 % penduduk pulau ini merantau. Tujuan mereka merata di berbagai
wilayah Indonesia dari ujung timur ke ujung barat misalnya Papua, Maluku, Jawa
hingga Aceh. Yang paling banyak mereka bekerja sebagai pencari teripang atau
timun laut yang konon harganya bisa mencapai 1 juta/kg. Untuk mendapatkan
teripang ini nelayan harus menyelam puluhan meter kedalam dasar laut.
Selebihnya penduduk desa ini bekerja sebagai pedagang dan berbagai profesi
lainnya juga di perantauan. Mereka biasanya kumpul bersama keluarga pada saat
moment Ramadhan dan Idul Fitri. Di desa Tonduk ini terlihat berdiri rumah-rumah
megah, namun sayang rumah-rumah ini banyak yang tidak dihuni dan hanya sebagai
tempat singgah disaat para perantau pulang kampung.
Anak-anak Desa Tonduk |
Warga Desa Tonduk juga
mempercayai bahwa desa mereka adalah desa yang damai. Terbukti bahwa hingga
saat ini belum ada pertikaian yang sampai menumpahkan darah antar sesama
penghuni pulau. Bahkan sampai orang yang dikenal sebagai bajinganpun ketika
menginjakkan kaki di pulau ini akan kehilangan sifat brutalnya.
Untuk penerangan di malam hari warga
mengandalkan mesin genset dan tenaga surya. Sementara untuk berkomunikasi
melalui handphone sangat sulit di pulau ini. Maklum saja di pulau ini belum ada
tower komunikasi yang berdiri sehingga mereka mengandalkan sinyal yang berasal
dari Pulau Raas. Untuk memperkuat sinyal sebagian warga menggunakan antena untuk
didekatkan dengan hanphone yang mereka gunakan dan itupun tidak maksimal karena
sering terputus saat berkomunikasi. Cara meletakkan handphone pun cukup unik
yaitu ditempat yang tinggi misalnya diatas lemari atau diatas pintu rumah.
Menurut tokoh masyarakat setempat
KH.Abu Hasan yang juga sebagai pengelola lembaga pendidikan dulunya pulau ini
lumayan luas, namun karena sering mengalami abrasi sehingga daratan pulau ini
terus mengalami penyusutan. Warga pulau ini berharap ada perhatian serius dari
pihak terkait sehingga keberadaan pulau ini tetap bisa dipertahankan.
0 comments:
Post a Comment