Mental Maling Di Negeriku

Assalamu’alaikum wa rahmatullah…” begitulah Imam sholat jum’at  mengakhiri sholat 2 raka’at sekaligus akhir dari rangkaian ibadah jum’at hari ini. Beberapa detik kemudian beberapa jamaah keluar meninggalkan mesjid, sebagian lagi masih bertahan untuk amalan sunnah. Setelah melaksanakan sholat rawatib ba'diyah Jum'at sayapun bergegas keluar mesjid. Di teras mesjid saya berdiri, lihat kebawah sambil tengok kanan kiri, dalam hati saya berbisik “Yah… sandal jepitku sudah laku..”.
Ini bukan pertama kali saya alami, tetapi sudah yang kesekian kalinya. Dan juga bukan hanya saya tetapi sudah lumrah. Sandal hilang, tertukar adalah pemandangan yang biasa di desaku dan bahkan mungkin di tempat lain, termasuk di Mesjid kebanggaan Indonesia “Istiqlal”. 
Teringat akan cerita teman yang pernah bekerja di Jepang, dia mengatakan bahwa di Jepang jarang sekali ditemukan kasus pencurian, apalagi pencurian sandal. Jika bicara agama, warga Jepang bukanlah orang Islam. Lalu mengapa di negeri yang mayoritas Islam ini sering ditemukan kasus seperti ini.??, apakah ada yang salah dengan pengamalan agama di negeri ini ?,, padahal jelas-jelas Islam sangat melarang keras perbuatan yang merugikan orang lain, Haram hukumnya. Mungkinkah juga karena faktor kemiskinan ?....
Barangkali para pencuri sandal itu berfikir bahwa mencuri sandal bukanlah dosa yang besar, sehingga mereka dengan santainya melakukan perbuatan itu. Nilai dari sebuah sandal jika diukur dari sisi materi tidak seberapa, namun efek dari perbuatan itu yang luar biasa. Si pencuri akan terus-terusan melakukan hal ini karena lagi-lagi mereka berfikir ini bukanlah kejahatan, melainkan keisengan belaka. Alangkah sedihnya kita jika mental-mental seperti ini berkembang dan terus menular ke warga lain di negeri ini.  Lalu apa yang sebenarnya terjadi dengan masyarakat kita ??? mungkinkah ini bukti dari lemahnya iman masyarakat kita dan semakin jauhnya umat dari nilai-nilai Islam .  
“wallahu a’lam bishawab”
Abu Jamiledy (8 Nopember 2013)

“Pertarungan” di bumi garam


Sumenep -PEMILU sudah tinggal beberapa bulan lagi, berbagai taktik dan strategi akan dan bahkan sudah dilakukan oleh beberapa calon legeslatif. Tak ketinggalan juga para calon di wilayah Kabupaten Sumenep yang terbagi dalam VII Dapil ( Daerah Pemilihan ). Bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Dapil I ( Kec.Kota, Kalinget, Talango,Manding, Batuan) suasana meriah sudah mulai dirasakan. Disudut-sudut kota bahkan di pinggiran desa sudah nampak gambar para Calon yang terpasang di kanan kiri jalan. 
Dengan berbagai macam janji dan slogan mereka mencoba menarik simpati kontestuen, hal ini wajar dan lumrah menjelang pesta rakyat di negeri ini. Desa Pinggirpapas dan Karanganyar (bumi garam) kebetulan di Pemilu yang akan datang agak sedikit istimewa. Istimewa karena di Pemilu tahun depan akan di ikuti oleh beberapa calon yang kebetulan berasal dari bumi garam sendiri. Kalau di Pemilu sebelumnya hanya ada 3 calon yang berasal dari daerah ini, kali ini tidak tanggung-tanggung, ada 4 orang calon Legislatif yang berasal dari 2 desa ini akan memperebutkan kurang lebih 5.800 suara dari jumlah hak pilih ( Pinggirpapas dan Karanganyar). Jumlah yang cukup signifikan. 
Para calon itu adalah H. Asmuni (Tokoh Masyarakat/Mantan Kades) dan Abdurrahman Taufik (Pengusaha Konveksi), keduanya adalah warga Desa Karanganyar. Serta H. Mahbub Ilahi (Tokoh Agama)dan Abdurrahman ( Ketua BPD ), keduanya berasal dari Desa Pinggirpapas. Bagi warga 2 desa ini mereka bukanlah orang asing. Para calon ini sudah sangat dikenal dan dekat dengan masyarakat setempat. 
Berikut sedikit informasi tentang 4 calon berdasarkan kendaraan politik dan nomor urutnya:
1.       1. ABDURRAHMAN                              Partai Kebangkitan Bangsa(PKB)  No.Urut. 2
2.       2. H. ASMUNI                                         PDI Perjuangan (PDIP)                       No.Urut. 2
3.       3. H. MAHBUB ILAHI,Bsc.            GERINDRA                                                No.Urut. 5
4.       4. ABDURRAHMAN TAUFIK              Partai Amanat Nasional (PAN)        No.Urut. 9
4 orang ini akan bertarung dan berjuang keras untuk memperebutkan suara di bumi garam. Tentu saja mereka juga harus rela berbagi sedikit suara untuk calon dari luar desa. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat setiap calon pasti berusaha masuk kemana saja demi mendapatkan dukungan. Ini terbukti dengan dipasangnya gambar calon dari salah satu parpol yang berasal dari luar desa. 
Tentu saja dibutuhkan taktik dan strategi yang bagus untuk meraih simpati warga. Namun  apapun latar belakang politiknya tentunya rakyat 2 desa ini berharap yang terbaik untuk desa mereka. Mereka berharap calon yang terpilih kelak bisa memperjuangkan hak-hak rakyat di 2 desa ini. 
(AJ)
( 1 Muharram 1435 H.)

Pawai di Desa Penghasil Garam

Sumenep- Pawai dalam rangka memperingati HUT RI ke-68 bagi masyarakat Pinggirpapas dan Karanganyar tahun ini terasa istimewah. Setelah beberapa tahun tidak mengadakan pawai kali ini mereka kembali melaksanakannya. 
Pawai tanggal 31 Agustus 2013 barangkali bisa dibilang yang terbesar sepanjang sejarah pawai di daerah ini. Yang berbeda tahun ini yaitu dengan melibatkan ribuan peserta dari dua desa. Pawai kali ini juga melibatkan puluhan ekor kuda, drum band, serta musik tradisional ul gaul dan saronen.

Menariknya lagi kali ini Kepala Desa Pinggirpapas ikut dalam rombongan pawai dengan menunggang kuda. Selain itu keesokan harinya panitia yang tergabung dalam organisasi GP2K (Gerakan Pemuda Peduli Karanganyar) mengadakan JJS dengan hadiah yang tidak tanggung-tanggung yaitu 1 unit sepeda motor. 
Masyarakat sepertinya merasa terhibur dengan acara ini, meskipun tidak semua masyarakat bisa ikut dan menyaksikan acara ini. Seperti diketahui hampir separuh atau mungkin lebih masyarakat di dua desa ini eksodus keluar daerah sebagai pekerja garam musiman dan baru kembali setelah musim kemarau berakhir.

Dibalik kemeriahan ini semoga masyarakat juga peduli dan sadar akan arti kemerdekaan dan bagaimana melanjutkan perjuangan para pendiri negeri ini. Perjuangan saat ini bukanlah melawan Belanda, Jepang atau Sekutu. Tapi perjuangan dimasa kini adalah berjuang melawan kebodohan, berjuang melawan kemiskinan, berjuang melawan ketidak adilan dan masih banyak perjuangan yg lain. (Abu Jamiledy)

Ribuan Warga 3 Kecamatan di Kabupaten Sumenep Tak Bisa Ikut Pilgub


Sumenep- Ribuan warga di Kec.Kalianget, Talango dan Saronggi hampir bisa dipastikan tidak dapat mengikuti PILGUB JATIM. Pasalnya jauh-jauh hari mereka sudah meninggalkan kampung halamannya untuk mencari penghidupan yang layak sebagai pekerja garam musiman di lahan garam di berbagai daerah di Jawa Timur, seperti Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Gresik,Surabaya, Sidoarjo dan Pasuruan. 

Mereka tersebar di beberapa titik, kelompok warga terbanyak berada di wilayah  Surabaya, yaitu di daerah Tandes, Manukan, Tambak Langon, Osowilangon, Sememi, Babat Jerawat, Pakal, Tambak Dono, Romokalisari. Sementara di Gresik berada di daerah Manyar, Banyutami, Pecuk, dan Mangari. Dan di wilayah Sidoarjo mereka berada di daerah Juanda. 

Berdasarkan pemantauan sampai H min 4 belum ada woro-woro atau sosialisasi. Samilah (36), salah seorang warga yang berasal dari Desa Pinggirpapas Kec. Kalianget mengatakan terkait Pilgub Jatim tak ada pemberitahuan atau sosialisasi dari petugas terkait, baik dari Sumenep maupun dari Surabaya. Padahal gubuk tempat Samila tinggal tak jauh dari pusat kota yaitu diantara TPA dan GOR di wilayah Kec. Pakal Surabaya. 

Sementara itu, meskipun tahu bahwa banyak warga yang tak bisa pulang untuk mencoblos, petugas di Desa Pinggirpapas Kec. Kalianget Kab. Sumenep tetap membagikan undangan kepada penjaga rumah yang ditinggal kerja keluar daerah.Kondisi ini semestinya menjadi perhatian dan renungan semua pihak. (Abu Jamiledy)

Nasib Pendidikan Anak Di Bumi Yang Kaya


Sumenep- Pinggirpapas adalah sebuah desa yang terletak  diujung paling timur  Pulau Madura.  Jumlah penduduknya lumayan banyak yaitu + 4.000 jiwa. Di musim kemarau hampir separuh atau bahkan mungkin lebih penduduknya eksodus ke luar daerah. Daerah tujuan mereka adalah 4 kabupaten di Madura dan sebagian wilayah Jawa Timur seperti Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan Pasuruan.

Tujuan mereka tak lain adalah mencari penghidupan yang layak  sebagai pekerja garam musiman di lahan-lahan milik  warga luar daerah. Di Surabaya mereka tersebar di berbagai lokasi, namun yang paling banyak mereka dapat kita jumpai di daerah Greges, Tandes, Manukan, Sememi, Tambak langon, Tambak Osowilangon, Babat Jerawat, Pakal, Tambakdono dan  disekitar GOR dan TPA.Mereka berangkat awal musim kemarau  yaitu sekitar bulan Mei-Juni, dan baru kembali setelah musim kemarau berakhir yaitu bulan Nopember atau Desember, Jika dihitung dalam hitungan bulan kurang lebih mereka meninggalkan kampung halamannya selama 6 bulan. Ini berarti mereka tinggal di Madura hanya setengah tahun.
Ironisnya mereka bekerja dengan membawa serta keluarga termasuk anak-anak. Anak-anak yang ikut serta rata-rata usianya 0 – 17 tahun. Anak-anak ini bukannya tidak sekolah, mereka tetap sekolah walaupun hanya pada musim hujan saja. Bagi yang lahannya dekat dengan pemukiman biasanya orang tuanya menyekolahkan anaknya di daerah tujuan, Namun ini jumlahnya sedikit sekali hanya beberapa anak dari ratusan anak. Jika kita mau melihat dan merasakan betapa ilmu yang mereka dapatkan dibangku sekolah selama setengah tahun sungguh tidak maksimal, Wajar saja jika rata-rata nilai raport mereka tidak menunjukkan prestasi yang diharapkan.
Sungguh memprihatinkan nasib pendidikan anak-anak ini, jika kemarau datang mereka harus rela meninggalkan bangku sekolahnya dan ikut serta orang tuanya. Di rantau mereka tinggal di alam terbuka dan hanya tinggal di sebuah gubuk kecil yang berukuran kira-kira 3 x 4 meter dengan kondisi yang memprihatinkan.Siang hari aktifitas mereka adalah bermain dengan alam dan panasnya matahari di musin kemarau. Sementara pada malam hari mereka harus berjuang melawan dinginnya udara malam dan gigitan nyamuk liar.
Bagi mereka yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP atau SMA, mereka tetap ikut orang tuanya. Cuma bedanya mereka bisa membantu pekerjaan orang tuanya. Namun pada malam harinya sebagian dari mereka keluyuran ke tempat-tempat keramaian bahkan ke tempat hiburan. Alasannya untuk menghilangkan penat setelah seharian bekerja membantu orang tuanya.Lambat laun mereka sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan dan kerasnya hidup di kota besar seperti Surabaya termasuk dalam kebiasaan yang kurang baik. Sebut saja misalkan Tawuran, Tempat hiburan malam, minuman keras bahkan sampai ke lokalisasi mereka datangi.
Celakanya ketika mereka kembali ke kampung halamannya beberapa diantara mereka menularkan “ilmu”nya kepada teman-teman di desanya. Ketika ada keramaian misalnya sesekali “alumni” Surabaya ini  yang menjadi koordinator untuk urusan tawuran dan mabuk-mabukan.

Dengan kondisi ini adakah pihak yang peduli ....???!Sumenep daerah yang kaya , sumber alamnya melimpah, dan di Pinggirpapas ada BUMN ( PT.Garam ) , Jika memang terpaksa mereka harus keluar daerah untuk mencari penghidupan layak, paling tidak ada kepedulian dari berbagai pihak untuk memperhatikan kondisi pendidikan anak-anak ini.

Lalu masa depan seperti apa yang kita harapkan dari kondisi pendidikan anak yang seperti ini..???  Benarkah kita sudah Merdeka..???? Oh.. Indonesiaku……..
Sumenep, 26 Agustus 2013
 (Abu Jamiledy)

Penyebab Rusaknya Jalan Karanganyar Pinggirpapas


Karanganyar- Seperti diketahui jalan sepanjang +6 KM yang membentang dari Marengan hingga Pinggirpapas banyak mengalami kerusakan. Bahkan di beberapa titik sudah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan. Bina Marga nampaknya juga sudah menyadari nya, hal ini dibuktikan dengan adanya papan di pinggir jalan yang bertuliskan “ HATI-HATI JALAN RUSAK” yang dipasang oleh pihak Bina Marga.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rusaknya jalan di kawasan ini. Antara lain adalah tidak sesuainya antara jalan dengan beban muatan truk yang biasa mengangkut garam di wilayah ini setiap harinya, baik garam rakyat maupun garam milik BUMN yang ada disitu.
Dan yang paling terasa dan dapat langsung dilihat kerusakannya adalah Alat berat milik BUMN yang sesekali melewati jalan Karanganyar Pinggirpapas tanpa menggunakan alat pengaman . Seperti yang dapat disaksikan oleh masyarakat pada tanggal 10 Oktober 2013 di Jalan Raya Karanganyar Pinggirpapas.
Menurut masyarakat setempat hal ini terjadi bukan satu atau dua kali tetapi sudah kesekian kalinya. Sebenarnya masyarakat merasa keberatan , namun apa daya mereka hanya bisa menggerutu tanpa bisa berbuat sesuatu, bahkan ada yang mengatakan alat berat tersebut adalah “Monster Jalan”,”Pemangsa Aspal” .
Mereka berharap suatu saat ada orang atau pihak yang bisa menyampaikan dan memperjuangkan agar alat berat tidak seenaknya saja melintasi jalan yang merupakan fasilitas umum dan juga memperjuangkan agar jalan yang mereka lalui diperbaiki dengan memperhatikan standart kelayakan.(Abu Jamiledy)

Mau Berdakwah atau Bekerja ?



"Dakwah adalah Cinta. dan Cinta akan meminta semuanya dari dirimu"


Perkembangan dan kelangsungan kehidupan beragama dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari para juru dakwah. Sejak zaman Rasulullah , para sahabat, para aulia hingga zaman sekarang dilanjutkan oleh para Kyai dan Ustadz. Mereka berjuang menegakkan agama Allah di muka bumi.
Di Indonesia kita mengenal bagaimana perjuangan Walisongo (Wali Sembilan) menyebarkan Islam di tanah Jawa. Para wali Allah ini bahkan rela meninggalkan keluarga dan tempat tinggalnya. Dari pusat keramaian hingga ke pelosok mereka datangi. Masuk hutan keluar hutan, naik ke perbukitan hingga menyeberang lautan. Mereka tidak berharap sesuatu kecuali ridho Allah dan Rasulnya.
Di zaman sekarang perjuangan itu masih ada dan akan terus ada. Ratusan bahkan ribuan Kyai dan Ustadz di negeri ini terus dengan giat membina umat agar tetap selalu berada di jalan-Nya. Namun ada yang sedikit berbeda dengan zaman sebelumnya. Diantara para juru dakwah ini ternyata masih ada yang belum sepenuh hati merelakan dan mengabdikan hidupnya di jalan Allah. Dan di zaman sekarang jarang sekali kita mendengar ada Kyai atau Ustadz yang mau turun kebawah, tentu tidak semuanya.
Biasanya mereka akan turun dan menyampaikan dakwah manakala ada undangan peringatan hari-hari besar Islam. Sebagian beralasan mereka sibuk membina pesantren, tentu ini tidak salah karena memang pesantren membutuhkan mereka untuk mencetak generasi yang cerdas, berakhlaqul karimah dan siap untuk melanjutkan perjuangan Islam ketika para santri sudah lulus dari pesantren. Namun yang sangat memprihatinkan ada beberapa juru dakwah yang seringkali mengingatkan “honor” nya kepada panitia acara manakala mereka diundang dalam sebuah acara pengajian. Dari segi etika ini sepertinya kurang enak di dengar.
“ Masih banyak lagi keutamaan dan makna dari Ibadah yang kita lakukan, namun saya tidak bisa jelaskan sekarang. Kalau dijelaskan sekarang nanti sampeyan tidak ngundang saya lagi dan saya tidak dapat honor,” begitulah ucap seorang kyai dalam ceramahnya. “Saya tidak meminta, hanya sekedar mengingatkan agar panitia tidak lupa amplopnya kepada saya”. Itu juga cuplikan ceramah dari salah satu kyai yang di undang dalam sebuah acara peringatan hari besar Islam.
Kita yakin masih banyak Kyai dan Ustadz yang memang tulus berjuang demi agama. Namun apa yang seringkali disampaikan oleh beberapa juru dakwah ini seakan mencederai tujuan mulia itu. Sebagai umat salahkah kita jika berfikir : “Mereka itu mau berdakwah atau bekerja ?”
Teringat akan sebuah cerita dari seorang Muallaf yang kemudian menjadi Da’i terkenal di negeri ini. Beliau bercerita suatu saat ketika berada di pesantren ditugaskan oleh Gurunya untuk berdakwah. Sang kyai berpesan : “Nak, kamu kalau mau berdakwah itu yang ikhlas..”. si Muallaf ini lalu bertanya : “Ciri-ciri orang berdakwah yang ikhlas itu seperti apa Kyai..??” Sang Kyai lalu menjawab : “ Ciri-ciri berdakwah yang ikhlas itu adalah : Pertama, Jika mau berdakwah kamu makan dulu, siapa tahu nanti disana kamu tidak dikasih makan, lalu yang kedua kamu bawa sango (ongkos), siapa tahu nanti disana kamu tidak dikasih ongkos.” Begitulah nasehat Kyai untuk sang murid yang ingin berdakwah.
Idealnya barangkali seorang juru dakwah harus sudah mempunyai penghasilan yang mencukupi kehidupan keluarga. Sehingga diharapkan para Da’i ini akan berdakwah sepenuh hati tanpa memikirkan soal materi. Bukankah junjungan kita Nabi Muhammad selain menyampaikan ajaran Islam beliau juga bekerja sebagai pengembala kambing dan berdagang. Begitu juga dengan para utusan Allah yang lain.
Tentu tidak salah jika seorang Da’i mendapatkan sesuatu dari umat yang mengundang untuk memberikan tausiyah, namun jangan kemudian itu menjadi tujuan dari Sang Da’i tersebut, apalagi sampai mengingatkan panitia. Sebab tanpa di ingatkanpun panitia pasti akan berfikir dan mempersiapkan segala sesuatunya, meskipun itu dana dari hasil patungan dan mengajukan proposal untuk mengadakan sebuah acara keagamaan.
Semoga kedepan Para Da’i akan berusaha untuk berbenah dan meluruskan niat agar tidak ada lagi anggapan miring tentang Kyai dan Ustadz di masyarakat. Amien..
Wallahu A'lam Bishawab
(Abu Jamiledy)





Korban Petir Awal Musim Hujan di Sumenep



1384265664739431444
Sumenep: Nasib naas menimpa Ma’afi (50), warga Desa Pinggirpapas Kec.Kalianget Kab.Sumenep. Korban tewas disambar petir saat memperbaiki penutup garam di lahan yang digarapnya di Desa Karangbudi Kec. Gapura Kab. Sumenep(12/11).
Hujan yang disertai petir ini adalah hujan yang kedua mengguyur lokasi kejadian. Saat kejadian terjadi korban bersama tiga keponakannya sedang memperbaiki karpet penutup garam. Suwito (31), salah satu saksi menuturkan saat kejadian dirinya bersama korban sedang memperbaiki penutup garam tiba-tiba terdengan bunyi ledakan seperti bom.
“Saat itu saya mendengar suara menggelegar seperti suara bom, setelah itu kemudian saya melihat korban sudah tergeletak diatas tumpukan garam yang penutupnya kami perbaiki” kata Suwito.
Suwito juga menceritakan setelah ledakan terjadi dirinya mencium bau menyengat seperti bau hangus. Korban terluka di bagian kepala dan sebagian rambutnya rontok. Korban sempat dilarikan ke RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep, namun nyawanya tidak tertolong.
Sebelumnya di bulan April lalu seorang warga Pinggirpapas bernama Fauzi juga tewas akibat disambar petir saat pulang menangkap ikan pada malam hari. Belum genap setahun sudah dua orang warga Pinggirpapas yang meninggal akibat sambaran petir. Warga setempat berharap semoga tidak ada lagi warga yang mengalami hal serupa. (Abu Jamiledy)

sumber :
http://regional.kompasiana.com/2013/11/12/korban-petir-awal-musim-hujan-di-sumenep-608862.html

Bahasa Paling Spesifik dan Terdengar Kasar di Madura


Tidak banyak orang yang tahu kalau di Madura sendiri ternyata banyak bahasa lokal, mereka punya kosakata sendiri, dan dari beberapa kalimat tidak dimengerti oleh masyarakat Madura secara umum. Bahasa lokal tersebut antara lain Kangean dan Pinggirpapas. Jika Kangean berada di ujung timur Madura dan merupakan wilayah kepulauan, lain halnya dengan Pinggirpapas. Hanya butuh waktu kurang lebih 10 menit untuk dapat sampai ke desa ini atau berjarak 10 km dari kota Sumenep.

Desa ini menurut saya istimewa, pertama,karena di desa inilah cikal bakal garam di Madura. Madura yang dikenal dengan sebutan ‘’Pulau Garam” sebenarnya bermula dari desa ini, karena di desa inilah pertama kali ditemukan garam dan sampai saat inipun masih merupakan pusatnya garam di Madura, ini dapat kita lihat dari lahan yang begitu luas, baik yang dimiliki masyarakat atau yang dikelolah oleh PT.GARAM (Pesero)

Yang kedua,dari sisi bahasa di desa ini berbeda dari masyarakat Madura pada umumnya. Hal ini bisa kita bedakan dari logat bahasa yang berbeda dari bahasa Madura pada umumnya . Bahkan sampai ada beberapa kalimat yang mana kalimat tersebut tidak dimengerti oleh masyarakat Madura lainnya.

Keunikan ini akan saya jelaskan sedikit antara lain :

1. Logat Bahasa
Logat bahasa Pinggirpapas sangat berbeda dengan logat bahasa Madura pada umumnya. Jika kita membayangkan bahwa Pinggirpapas yang merupakan salah satu desa di Kec.Kalianget Kab. Sumenep sama dengan gaya atau logat bahasa Madura secara umum itu adalah anggapan yang sangat keliru. Mereka memang berbahasa Madura akan tetapi logatnya saja yang berbeda dan ada kosakata yang sedikit berbeda.

2. Kalimat lokal
Ada beberapa kalimat yang tidak dimengerti oleh masyarakat desa lain , saya akan memberikan sedikit contoh namun itupun sebatas yang saya tahu, karena kebetulan saya adalah warga Pinggirpapas, kalimat itu antara lain :
Odhe = paman
Nten = bibi
Kake = kamu (laki-laki)
Nini = kamu (perempuan)
Toa = Kakek atau nenek
Thong-kethong = boneka
Kereng = pergilah
Enjin = PSK
Bheleben = Kepiting
Dan masih banyak kalimat yang lain

2. Spesifik
Dibandingkan bahasa Madura pada umumnya barangkali ini adalah bahasa yang paling spesifik . ini dapat kita lihat dari beberapa kalimat berikut :
De = kata ganti milik, contoh : “songkokde yang artinya “ songkokmu”. Ini adalah salah satu letak spesifiknya bahasa Pinggirpapas. Jika di wilayah lain misalnya berkata : “bukuna ba’na” (bukunya kamu), maka di Pinggirpapas cukup dengan mengatakan “bukude”( bukumu).
Kalimat lain adalah “Kake” (yang berarti sebutan untuk laki-laki), dan “Nini”( sebutan untuk perempuan). Jika di Madura memanggil lawan bicara dengan kata”ba’na” atau “be’en” ini bisa ada 2 penafsiran, apakah laki-laki atau untuk perempuan, namun di pinggirpapas dibedakan dengan “Kake, Nini”
Keunikan dan kekhususan lain adalah : Jika memanggil orang yang lebih tua = “Elle” dan masih ada kalimat lain yang tidak bisa saya jelaskan secara rinci.

3. Kasar
Kekasaran yang saya maksud bukan dalam arti yang negatif, tetapi ini mungkin hanya didasarkan penilaian orang, atau tergantung kita yang menilai. Namun bagi saya ini adalah suatu ciri khas/ keunikan di desa Pinggirpapas. Hal yang saya maksud kasar adalah di Pinggirpapas jarang sekali orang yang menggunakan bahasa badura dengan bahasa yang halus ( Enggi Bunten). Seperti kita ketahui baik bahasa Madura ataupun bahasa Jawa ada kalimat halus dan kalimat kasar (maaf jika saya mengistilahkan kurang pas). Sebagai contoh di Jawa kalimat “ Satu” = Siji (kasar) Setunggal (halus).

Nah, di Pinggirpapas orang yang menggunakan bahasa “Enggi Bunten”(bahasa halus Madura) itu sangat jarang sekali. Jikapun ada hanya dalam hitungan jari. Namun jangan khawatir warga Pinggirpapas juga adalah warga yang tahu menempatkan diri, dalam artian mereka tetap akan menggunakan bahasa Madura Halus bilamana bicara dengan orang yang bukan warga asli Pinggirpapas.

Demikian sedikit keunikan di Pinggirpapas dan merupakan salah satu keunikan di negeri yang Bhinneka Tunggal Ika. Dan jika ada yang berniat mendalami tentang keunikan Pinggirpapas saya dengan senang hati siap membantu, tentunya sesuai kemampuan saya.
Salam dari ujung timur pulau Madura
10 Nopember 2013
(Abu jamiledy)

sumber : 

Saluran Air Lintasi Makam, Petani Demo


PAMEKASAN, KOMPAS.com - Ratusan petani garam dari Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget, Sumenep, Madura, Jawa Timur, menggelar demonstrasi di depan Kantor Bupati Sumenep, Senin (06/02/2012). Mereka menolak proyek PT. Garam Persero yang akan melakukan pembangunan saluran air laut ke lahan garam. Sebab, saluran tersebut melintasi areal pemakaman.  

Anwar Sadad, Koordinator aksi dalam orasinya menyampaikan, keberadaan areal pemakaman lebih dulu dibanding PT. Garam. Sehingga pihaknya meminta PT Garam tidak membuat saluran baru yang melintasi kompleks pemakaman. "Tolong PT. Garam menghormati tradisi dan budaya leluhur kami yang sudah ratusan tahun ada di pemakaman," ungkap Anwar Sadat, lantang.

Massa sempat terlibat aksi dorong dengan polisi yang mengamankan jalannya demonstrasi. Aksi dorong berakhir setelah perwakilan petani garam diperkenankan masuk ke kantor Bupati Sumenep, untuk menemui pejabat Pemkab Sumenep.

Setelah beberapa jam berdialog dengan sejumlah pejabat dan pihak PT. Garam, akhirnya muncul kesepakatan bahwa pembangunan saluran air tersebut dialihkan ke lahan milik PT. Garam sendiri. "Alhamdulillah permintaan kami dituruti, sehingga areal pemakaman yang sudah turun-temurun dari nenek moyang kita bisa diselamatkan," terang Anwar Sadat.

Sementara itu, Muhammad Farid, Kepala Biro Umum PT. Garam Madura membenarkan kalau pembangunan itu akan dipindahkan ke lahan milik PT. Garam yang lokasinya berada di depan pemakaman Situ. "Kami tidak akan memaksakan pembangunan jika di belakang hari menimbulkan masalah," kata Farid.

sumber : http://regional.kompas.com/read/2012/02/06/18170513/Saluran.Air.Lintasi.Makam.Petani.Demo

Santri Desak PT Garam Pedulikan Lingkungan Kumuh



Sumenep – Kerusakan lingkungan ternyata tidak hanya menjadi isu krusial kota-kota besar. Pelosok desa yang mulai menggeliat juga dihadapkan pada persoalan yang sama.
Misalnya di Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget. Ia menjadi salah satu desa yang mulai dijangkiti kekumuhan. Serakan sampah tampak memenuhi ruang-ruang publik. Ironisnya, PT Garam sebagai salah satu BUMN yang beroperasi di desa tersebut seolah tak memiliki kepedulian.
Persoalan ini mendapat perhatian serius dari Forum Masyarakat Santri (FMS). Edi Susanto, ketua FMS, mengungkapkan bahwa kekumuhan ini merupakan salah satu bentuk apatisme masyarakat terhadap lingkungan.
“Parahnya lagi, PT Garam, BUMN yang beroperasi di sini tidak mau peduli, “ beber dia kepada Santrinews.com, saat ditemui di kediamannya, Senin, 30 September 2013.
Ia menjelaskan, tumpukan sampah yang tak terurus itu juga memenuhi salah satu saluran air PT Garam yang melintasi Desa Pinggir Papas. Akibatnya, ketika PT Garam melakukan pompa air ke area lahan garam, genangan airnya sampai ke rumah penduduk.
“Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Lima sampai sepuluh tahun ke depan, Pinggir Papas bisa banjir seperti Jakarta. Apalagi saluran air PT Garam yang terus mengalami pendangkalan,” tandasnya dengan nada penuh sesal. (met/onk). 
sumber  : http://www.santrinews.com/Akhbar/Daerah/722/Santri-Desak-PT-Garam-Pedulikan-Lingkungan-Kumuh

Powered by Blogger.