Merubah Foto Menjadi Sketsa

Kali ini saya ingin berbagi cara Merubah Foto Menjadi Sketsa . Jika kita mau insya Allah semua bisaBerikut langkah-langkahnya :

1. Buka file foto anda di photoshop.Sebagai contoh saya ambil foto artis cantik korea. hehehe...


 


2.Langkah selanjutnya yaitu buat Gambar menjadi Hitam putih, pilih Image > Adjustment > Desaturate atau  Klik Ctrl + Shift + U 



3. Setelah foto berubah hitam putih buat duplikat foto anda dengan cara klik kanan di layer Background dan pilih "Duplicated Layer". Ganti nama misalkan "Fotoku"



4.Selanjutnya pada Layer "Fotoku" Set Blend modenya ke "Color Dodge" 




5. Arahkan mouse pada Filter > Blur > Gaussian Blur



pada “Radius Pixel” beri nilai Radius . Mainkan sesuai keinginan anda

Dan sekarang anda sudah bisa melihat hasilnya






Mudah Bukan..???
Selamat Mencoba dan Semoga Bermanfaat.

Salam dari ujung timur Madura

Mengintip Idul Fitri di Desa Pinggirpapas




Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya” begitulah kata pepatah yang berarti beda tempat beda adat istiadatnya. Seperti umat islam pada umumnya usai puasa ramadhan berakhir warga Desa Pinggirpapas juga larut dalam perayaan hari kemenangan yaitu Hari Raya Idul Fitri atau warga setempat menyebutnya “Tellasan”.
Sebelumnya dalam menjalankan ibadah puasa di desa ini ada keyakinan kuat yang tetap dipertahankan oleh beberapa warga dalam menentukan  awal ramadhan. Setiap tahun di desa ini biasanya ada tiga atau dua hari yang berbeda dalam menentukan awal puasa. Puasa pertama yang memulai lebih awal disebut sebagai golongan “Poasaan se toa”( Puasanya orang tua). Golongan ini punya patokan sendiri dalam menentukan awal Ramadhan. Selanjutnya golongan yang kedua melaksanakan puasa keesokan harinya. Puasa golongan ini disebut sebagai “Poasaan se Ngodha”(puasanya orang muda). Dan yang terakhir adalah golongan yang tetap patuh pada ketentuan yang ditetapkan oleh Departemen Agama. Puasa golongan yang terakhir ini disebut “Poasaan Pangulo” (Puasanya Penghulu) atau “Poasaan pamarentah” (Puasanya Pemerintah). Terkadang awal puasa golongan yang kedua bersaman dengan puasa yang mengikuti keputusan Departemen Agama, karena golongan “Poasaan se ngodha” pasti melaksanakan puasa satu hari setelah “Poasaan se toa”.
Begitupun dalam menentukan akhir ramadhan biasanya golongan yang ikut “Poasaan se toa” akan mengakhiri puasa lebih awal dari ketentuan yang ditetapkan Departemen Agama. Akan tetapi dalam hal melaksanakan sholat Idul fitri mereka tetap mengikuti sholat pada hari yang ditentukan pemerintah. Tradisi menyambut Lebaran di desa Pinggirpapas diawali pada dini hari yaitu “Nyekar” (ziarah kubur) ke makam leluhur dan ke makam anggota keluarga lainnya. Selain mendo’akan ahli kubur mereka juga membawa kembang dan juga air yang dicampur bedak tradisional untuk disiramkan atau dipercikkan ke batu nisan.
Suasana Nyekar di subuh hari

Usai melaksanakan Sholat Idul Fitri di Mesjid dan Mushalla dimulailah tradisi sungkeman atau yang disebut sebagai “ Bhattean”. Warga yang lebih muda akan mendatangi kerabat yang lebih tua untuk “Abhatte”. Tradisi “bhattean” ini di dominasi mereka yang berusia antara 5 hingga 40 tahun. Sementara yang berusia diatas itu biasanya berdiam diri di rumah untuk menyambut kerabatnya yang lebih muda. Kemeriahan suasana “bhattean” akan terlihat pada sore hingga malam hari. Berbeda dengan di tempat lain tradisi “bhattean” di desa ini hanya berlangsung satu hari. Namun bagi yang mempunyai kerabat diluar daerah mereka tetap membuka pintu hingga beberapa hari. Idul Fitri tahun 2014 ini bertepatan dengan musim kemarau, praktis suasana tak begitu ramai. Maklum hampir separuh atau bahkan lebih penduduk di desa ini jika musim kemarau mereka bekerja diluar desanya dan di wilayah Jawa Timur seperti Surabaya, Gresik, Sidoarja dan lain-lain. Mereka rata-rata bekerja sebagai pengggarap lahan garam dan baru pulang ketika kemarau sudah berakhir.

Gaza di Mata Dunia














Jutaan mata dari penjuru dunia
Menatap dan menyaksikan dengan seksama
apa yang kini terjadi di Gaza
Segelintir orang menyaksikan dengan mata berkaca-kaca
Hati teriris pilu seraya berdo’a dengan kata-kata
“Tuhan Selamatkan saudara kami disana”

Sementara jutaan mata lainnya
Menganggap tragedi di Gaza ibarat Sinema Action
Yang layak untuk ditonton
Yang sayang untuk dilewatkan,
Bahkan oleh tetangga terdekatnya
Seperti Mesir dan Yordania

Namanya juga tontonan, mereka akan membayar tiket
Berupa uang, obat dan makanan
Ini akan mereka berikan, usai Sinema Action diputar

Beda halnya dengan tragedi MH17
Berbagai negara membentuk dan mengirim tim investigasi
Kotak hitampun dicari,
Untuk memastikan apa yang terjadi.

Sementara di Jalur Gaza
Tangis pilu warga gaza mereka anggap akting belaka
Warga yang menangis, warga yang ketakutan
Mereka anggap menjiwai peran
Keangkuhan dan kesombongan tentara Zionis
Mereka anggap menjiwai peran antagonis
Kehancuran gedung-gedung dan dentuman bom
Kepulan asap dan kobaran api
Mereka anggap Visual Efek Film belaka
Ibu-ibu dan anak-anak yang berlarian mencari perlindungan
Mereka anggap peran figuran

Jika mereka anggap ini adalah Sinema Action
Maka berdo’alah untuk Gaza
Ending dari Sinema Action ini
Kemenangan berfihak pada yang tertindas dan terjajah
Kemenagan Rakyat Gaza

Sumenep, 25 Juli 2014
Abu Jamiledy

Tradisi Membersihkan Makam Menjelang Lebaran di Bumi Garam


Area Pemakaman Bujuk Pelak
Menjelang Hari Raya Idul Fitri ada tradisi yang biasa dilakukan masyarakat di Desa Pinggirpapas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, tradisi tersebut adalah membersihkan makam dan mengecat batu nisan. Hal ini dilakukan saat memasuki bulan Ramadhan hingga menjelang Hari Raya. Namun yang paling terlihat ramai adalah pada saat memasuki hari ke 21 hingga hari ke 29 atau akhir Ramadhan.
Masyarakat terlihat di beberapa are pemakaman yang berada di desa ini. Umumnya dalam setiap area pemakaman di Desa ini ada makam orang besar atau yang dipercaya sebagai makam orang sholeh atau wali, warga menyebutnya sebagai "Bujuk". Dengan membawa alat pemotong rumput seperti arit dan juga membawa cat dengan berbagai warna . Dari tradisi ini kita dapat melihat sisi positif diantaranya adalah mengingatkan kita akan kematian sehingga kita akan lebih mawas diri dalam mengarungi kehidupan. Selain itu juga  melestarikan keberadaan makam leluhur. Hal ini jelas terlihat dimana warga yang peduli akan makam leluhurnya dan yang terkesan apatis. Makam yang sering dikunjungi oleh keluarganya setiap hari Jum'at misalnya atau minimal satu kali dalam setahun yakni menjelang lebaran akan terlihat bersih dan rapi. Sementara makam yang tidak terurus akan kelihatan kusam dan tertutup rumput serta debu. Batu nisan di desa Pinggirpapas umunya tidak mencantumkan nama almarhum/almarhumah, sehingga ada sebagian warga yang tidak biasa berziarah kebingungan dan salah alamat ketika berziarah. Hanya beberapa nisan saja yang terlihat ada namanya. 

Anak - anak yang membersihkan dan mengecat batu nisan leluhurnya
Untuk mempertahankan keberadaan makam sebagian warga berinisatif membawa anak-anak mereka untuk membersihkan sekaligus mengenalkan makam-makam leluhurnya. Sehingga dikemudian hari diharapkan anak-anak ini bisa mencintai dan menjaga makam leluhurnya. Selain sisi positif tadi ada juga warga yang dari ekonomi mampu terkadang terlalu berlebihan dalam merawat dan menjaga makam. Tidak jarang ada beberapa makam dari keluarga orang yang kaya terlihat dibangun sedemikian rupa sehingga kemudian terlihat mencolok. Dari batu nisan dan kondisi makam itu terkadang kita  bisa membedakan antara makam keluarga orang berpunya dan makam dari keluarga miskin atau masyarakat biasa.

“Demam Jakarta” Merebak di Desa Penghasil Garam




Ungkapan “Sekejam-Kejamnya Ibu Tiri, Lebih Kejam Ibu Kota” rupanya tidak berlaku bagi sebagian warga di kepulauan Sumenep yang meraup keuntungan dari kerja keras mereka di Jakarta. Awalnya hanya beberapa orang, namun lambat laun mayoritas wargapun mulai ketagihan untuk mengadu nasib ke ibukota. Tak heran jika sebagian besar warga di kepulauan Sumenep seperti Gili Raja, Gili Genteng dan Talango meningkat taraf ekonominya karena merantau ke Jakarta. Rumah-rumah mewahpun kemudian bermunculan di pulau-pulau ini. Tak cukup itu saja kendaraanpun bertebaran seperti mobil mewah dan juga motor keluaran terbaru yang harganya tergolong mahal.

Umumnya mereka bekerja sebagai pemilik dan penjaga toko dan warung-warung kecil di Jakarta yang menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari seperti sembako dan lainnya. Mereka tersebar di berbagai wilayah di Jakarta hingga Tangerang. Penghasilan mereka berkisar antara 6 hingga 9 juta perbulan. Jika omset perhari mencapai 2 hingga 3 juta, maka keuntungan mereka mencapai 10 %. Kabar kesuksesan orang-orang inipun akhirnya merambah sampai ke desa penghasil garam seperti Karanganyar dan Pinggirpapas. Ini bermula dari mereka yang suami atau istrinya adalah warga kepulauan seperti Talango. Warga yang merantau ini disebut oleh warga setempat dengan istilah “Jakartaan”. Jika ada orang yang mengobrol tentang “Jakartaan” maka yang terbayang adalah rumah mewah, mobil dan motor mewah, serta berbagai aset besar lainnya.

Fenomena “Jakartaan” ini mulai merebak di Karanganyar dan Pinggirpapas dalam beberapa tahun terakhir. Hingga saat ini puluhan warga Desa Pinggirpapas misalnya sudah berada di ibukota Jakarta untuk mengadu nasib. Warga desa Pinggirpapas yang umumnya bekerja sebagai petani garam mulai melirik untuk alih profesi sebagai penjaga warung di Jakarta. Memang menjanjikan penghasilan di Ibukota ini, bahkan mengalahkan gaji TKI yang bekerja di luar negeri seperti Malaysia. Biasanya warga yang bekerja ke Jakarta menitipkan anaknya kepada keluarga yang masih tinggal di desa, kecuali yang masih balita yang terpaksa harus ikut serta orang tuanya. Jumlah warga Karanganyar dan Pinggirpapas dipastikan akan terus bertambah banyak yang ke Jakarta dalam beberapa tahun kedepan. Tak heran jika musim kemarau Desa ini semakin lengang penduduknya. Maklum jika musim kemarau hampir separuh atau bahkan lebih warga dua desa ini merantau keluar daerah untuk menjadi petani garam.

Entah sampai kapan “magnet Jakarta” akan berhenti menyedot warga dua desa ini. Yang pasti selama penghasilan dari bekerja di Jakarta tetap menjanjikan, maka selama itu pula warga di Sumenep dan daerah lain di Indonesia akan terus mengalir ke Jakarta.

Sumenep, 16 Juli 2014

Powered by Blogger.