Penyakit "Malu Bersepeda" Menyerang Siswa SMP dan SMA di Bumi Garam



Perkembangan zaman yang semakin pesat ternyata juga membawa perubahan pola fikir khususnya di kalangan siswa SMP dan SMA di bumi garam desa Pinggirpapas dan Karanganyar. Di era tahun 90-an saya menyaksikan dan merasakan bagaimana siswa SMP dan SMA di dua desa ini begitu semangat menuntut ilmu tanpa berfikir dan bertanya kendaraan yang akan mereka gunakan. Pada masa itu hampir 100% siswa di desa Pinggirpapas mengayuh sepeda ontel menempuh jarak 5 sampai 10 km. Sebagian menggunakan sepeda kecil dan sebagian lainnya malah menggunakan sepeda yang biasa digunakan untuk mengangkut garam atau warga di desa kami menyebutnya "Sopedha Eretan". Dengan menggunakan sepeda eretan ini bisa mengangkut hingga 4 orang.

Namun semakin lama kebiasaan inipun berubah. Lambat laun seiiring perkembangan zaman dan perkembangan ekonomi tepatnya di era tahun 2000-an membuat pengguna sepeda di kalangan siswa semakin berkurang. Berawal dari satu, dua teman yang beralih menggunakan sepeda motor membuat sebagian lainnya menjadi enggan dan malu untuk menggunakan sepeda. Tak cukup hanya sepeda motor, merk sepeda motorpun kemudian menjadi masalah. Betapa tidak, seorang anak yang punya sepeda motor butut tidak akan menggunakan sepeda motornya dengan alasan malu karena teman-teman mereka pakai sepeda motor keluaran terbaru. Ada kasus dimana anak mengancam akan berhenti sekolah kalau tidak dibelikan sepeda motor matic baru.. Wow...!

siswa yang memilih berjalan kaki
Saat ini hampir tidak ada lagi siswa SMP dan SMA yang menggunakan sepeda ke sekolah. Kalaupun ada tentu saja mereka akan terkenal karena menjadi bagian dari siswa-siswi yang langka. Pertanyaannya "Bagaimana mereka yang tidak memiliki sepeda motor.?" Bagi mereka yang tidak memiliki sepeda motor biasanya akan ikut temannya atau berangkat lebih awal dan nunggu tumpangan di pinggir jalan. Jika sampai mendekati jam 07.00 belum juga dapat tumpangan maka merekapun balik kerumah dan bolos sekolah. Hal semacam ini sudah menjadi pemandangan yang biasa setiap pagi di desa Pinggirpapas. Nasib siswa yang tak punya sepeda motor juga bisa dilihat ketika pulang sekolah. Biasanya mereka akan melambai-lambaikan tangan setiap ada sepeda motor lewat dengan harapan mendapat tumpangan.Ada juga yang malah nekat jalan kaki. Seringkali mereka sampai dirumahnya sekitar Jam 2 atau jam 3 sore. Mereka lebih memilih terlambat pulang pergi ke sekolah ketimbang harus mengayuh sepeda.

Di tahun 2013 ada hal positif karena mulai ada angkutan motor roda tiga yang melayani angkutan siswa SMP Negeri 5 Sumenep di Marengan. Motor roda tiga yang dikenal dengan sebutan "Odong-odong"  mulai menjadi kendaraan alternatif bagi siswa yang tidak memiliki sepeda motor. Orang tuapun merasa agak tenang dengan angkutan ini karena minimal anak mereka tidak lagi sering bolos sekolah.

Odong-odong yang mengangkut siswa SMP Negeri 5 Sumenep

Bagi beberapa siswa laki-laki yang mengendarai sepeda motor saat pulang sekolah terkadang menjadi ajang untuk balapan. Meski di jalan Pinggirpapas - Marengan rusak di beberapa titik tidak membuat mereka pelan dan berhati-hati. Ada sebagian lainnya yang tidak langsung pulang, melainkan nongkrong dulu di pinggir jalan di desa Marengan sambil merokok dan ngobrol sesama siswa.

Menurut saya semestinya sekolah khususnya SMP berinisiatif untuk membuat aturan yang melarang anak mengendarai sendiri sepeda motornya. Selain usia mereka yang baru lulusan SD juga akan membahayakan pengendara lainnya. Ini terbukti dengan adanya kecelakaan yang telah merenggut jiwa siswa SMP dengan warga beberapa waktu lalu. Semoga kedepan ada evalusi dari berbagai pihak baik orang tua maupun pihak sekolah. Sehingga diharapkan kedepan akan lahir generasi Indonesia yang lebih baik dari generasi yang sebelumnya terutama dari sisi moral dan kecerdasannya. Aamiin..

Salam dai ujung timur Madura






Melestarikan Tradisi "Ngangurap" di Bumi Garam


Komplek Pemakaman "Bujuk cokop"

Seminggu menjelang acara "Nyadar" (Tradisi ungkapan syukur atas anugerah garam) masyarakat Desa Pinggirpapas dan Desa Karanganyar Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep melakukan tradisi "Ngangurap". Kata Ngangurap berasal dari bahasa Madura yang berarti mengecat. Tradisi ngangurap adalah membersihkan dan mengecat area pemakaman para wali Allah yang ada di Pinggirpapas, Karanganyar dan Desa Kebundadap Kecamatan Saronggi. Dalam kegiatan ini warga desa Pingirpapas dan Karanganyar melakukannya di tiga desa yaitu di Pinggirpapas, Karanganyar dan Kebundadap karena komplek pemakaman ada tiga lokasi yang berbeda.

Warga yang hadir dalam tradisi ngangurap datang atas keinginan sendiri tanpa merasa diperintah. Ini semua dilakukan karena warga sangat menghormati para wali Allah yang merupakan leluhur warga. Tidak hanya berasal dari desa Pinggirpapas dan desa Karanganyar saja, tetapi dari desa lain yang merupakan keturunan warga Pinggirpapas dan Karanganyar.

Di desa Pinggirpapas dan Karanganyar masyarakat terkonsentrasi di area pemakaman/asta Bujuk Cokop dan Bujuk Karang Tengah, sedangkan di desa Kebundadap di area pemakaman/asta  Bujuk Laok Songai (Makam Wali Allah di sisi selatan sungai). Dalam tradisi Ngangurap di Bujuk Cokop selalu dihadiri oleh para "Bengaseppoh" (ketua adat Pinggirpapas dan Karanganyar). Para Bengaseppoh ini duduk dalam satu ruangan balai yang terpisah dari warga biasa.

Warga biasanya membawa berbagai alat yang dibutuhkan, seperti misalnya kuas untuk alat mengecat, sapu dan peralatan lainnya. Seluruh dana yang dibutuhkan dalam tradisi ini murni berasal dari "Nak potoh" (warga desa pinggirpapas dan Karanganyar).Warga mengecat dan membersihkan keseluruhan area pemakaman tanpa terkecuali. Tradisi Ngangurap ini dilakukan sudah ratusan tahun dan turun-temurun. Setiap tahun Ngangurap biasanya dilaksanakan di awal musim kemarau.

Pinggirpapas, 02 Agustus 2014

Tim Jokowi-JK Bertemu Petani Garam

















Bumigaram,Sumenep- Usai penetapan KPU yang memenangkan pasangan Jokowi –JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden  beberapa waktu lalu tidak membuat Tim Kampanye kemudian duduk dan berdiam diri. Mereka terus bekerja dan membuktikan kepada masyarakat bahwa  perjuangan belum berakhir. Seperti yang dilakukan oleh salah satu tim Jokowi-JK Zuhairi B. Misrawi yang bertemu perwakilan petani garam di Desa Karanganyar dan Pinggirpapas Kecamatan Kalianget . Pria yang akrab disapa Gus Mis ini hadir dalam acara “Serap Aspirasi Tim Jokowi Bersama Petani Garam”  Jum’at, 01/08/2014.
Dalam acara yang dihadiri puluhan perwakilan petani garam itu Zuhairi banyak mendapat usulan dan keluhan dari petani garam tentang  berbagai hal yang berkaitan dengan petani dan produksi garam.
“Selama ini kami sudah cukup mendapat janji, apakah pertemuan kali ini sama saja dengan yang lalu-lalu.??” Tanya seorang petani dengan nada pesimis.
Dengan mantap Zuhairi B. Misrawi menjawab bahwa kepemimpinan mendatang dibawah kendali Jokowi akan lebih responsif terhadap berbagai persoalan yang ada.
“Kami tidak main-main, orang-orang yang nantinya berada di jajaran kabinet adalah orang-orang muda yang siap bekerja dan siap turun kebawah. Percayalah bahwa Bapak Jokowi akan tetap blusukan kebawah untuk memastikan bahwa program yang dicanangkan benar-benar tepat sasaran.”
Selain menyerap aspirasi petani garam Zuhairi juga mengharapkan agar dalam Pilkada tahun depan 2015 petani dan warga Sumenep memilih pemimpin Sumenep yang mau turun dan mendengar langsung keinginan rakyat.
Lebih lanjut Zuhairi mengatakan bahwa kedepan Madura khususnya Sumenep wajib punya lembaga perguruan tinggi seperti Institut Pertanian Sumenep, Institut Kelautan Sumenep, dan juga SMK Garam yang fokus dalam pengembangan teknologi yang berkaitan dengan produksi garam. Selain itu tokoh muda NU dan kader PDIP kelahiran Kapedi Sumenep ini juga menyarankan agar masyarakat petani garam khususnya kaum mudanya berfikir tentang ekonomi kreatif untuk mengurangi pengangguran di musim hujan. (Aby)

Powered by Blogger.